Harian Semarang
No Result
View All Result
Jumat, Agustus 8, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Kolom

Negara Oligarki

6 Januari 2022
in Kolom, Opini, Pakar
Ilustrasi oligarki

Ilustrasi oligarki. Foto Johnhain/Pixabay

0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pada akhirnya kini, Indonesia hanya dikuasai oleh orang kaya. Sebab semua ada bandrolnya. Tak ada artinya orang cerdas. Tak ada manfaatnya moral seseorang. Tak ada gunanya prestasi. Tak ada fungsinya kebijaksanaan seseorang. Yang ada adalah yang bermodal.

Kekuasaan berbasis modal dan orang kaya disebut oligarki. Dalam pemaknaan yang luas, oligarki ada dua rupa: Pertama, oligarki memiliki dasar kekuasaan—kekayaan material—yang tidak dapat diseimbangkan. Kedua, oligarki memiliki jangkauan kekuasaan yang luas, militeristik dan sistemik, meskipun dirinya berposisi minoritas dalam kekuasaan.

Dengan demikian, kekuasaan oligarkis selalu didasarkan pada pemerintahan yang susah dihancurkan karena jangkauannya luas dan sistemik serta tak dipahami banyak warganegara.

Teorisasi oligarki dimulai dari adanya fakta bahwa ketidaksetaraan material yang ekstrem menghasilkan ketidaksetaraan politik yang ekstrem. Meskipun dalam demokrasi, kedudukan dan akses terhadap proses politik dimaknai setara, akan tetapi kekayaan yang sangat besar di tangan minoritas kecil menciptakan kelebihan kekuasaan yang signifikan di ranah politik. Beda uang, beda kuasa.

Makin besar uang, makin kuasa. Sebab pemerintah pada akhirnya membela yang beruang, yang bayar. Klaim ini didasarkan pada distribusi sumber daya material di antara anggota komunitas politik, demokrasi atau sistem lainnya, yang memiliki pengaruh besar pada kekuasaan. Semakin tidak seimbang distribusi kekayaan material, makin besar kekuasaan dan pengaruh orang kaya dalam motif dan tujuan politiknya.

Sebaliknya, ketidaksetaraan yang besar dalam kekayaan menghasilkan ketidaksetaraan dalam kekuasaan dan pengaruh politik (centripetal dan centrifugal). Wis pokoke bedo ujungnya.

Menurut Winters (2009), teori oligarki menjelaskan bagaimana kekayaan yang terkonsentrasi menciptakan kapasitas, motivasi, dan kuasa politik tertentu bagi mereka yang memilikinya. Penjelasan ini menemukan buktinya hari ini di Indonesia. Praktis tiap warganegara yang ingin berkuasa adalsh mereka yang kaya karena harus membeli suara rakyat via pemilu. Semua jabatan publik kini seharga antara 3 Milyar-50 Triliun rupiah. Dengan modal besar maka mereka yang telah berkuasa akan memproduksi uang demi mempertahankan kuasanya saat pemilihan kembali dalam perebutan jabatan publik.

Dus, kekuasaan publik kini hanya arena orang kaya memperkaya diri dan mempertahankan kuasa sambil mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Inilah negeri oligaki yang dikuasai para oligark. Mereka kini bernyanyi lembut bahwa tanah airku tidak kulupakan. Kan kukenang selama hidupku. Biarpun saya korupsi. Tidak hilang dari kalbu. Tanahku yang kucintai. Engkau kuperkosa sepanjang masa. Walaupun banyak negeri kupacari. Yang masyhur permai dikata orang. Tetapi kampung dan rumahku. Di sanalah kurasa senang. Tanahku tak kulupakan. Engkau kuperkosa dan kutipu sepanjang usia. Untuk tujuh turunan.

Akhirnya, produk terbaik dari negara oligarki ada 7K: kemiskinan, kebodohan, kepengangguran, kesakitan, ketimpangan, konflik, ketergantungan. Sebaliknya, para penguasa berpesta pora dan bersandiwara saja.(*)

Yudhie Haryono

Tags: M Yudhie Haryononegara oligarkiOligarkiYudhie Haryono
Previous Post

Langkah FASI Karangtaruna Kendal dan Gatotkaca Paraglider Club Dukung Pemecahan Rekor MURI Bupati

Next Post

Tan Bukan Bapak Republik Swasta

Next Post
Tan Malaka

Tan Bukan Bapak Republik Swasta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkini

Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

8 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang

Waketum AMPI Pusat Apresiasi Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang, Bukti Adaptif Zaman

7 Agustus 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

8 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang