Harian Semarang
No Result
View All Result
Jumat, Agustus 8, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Kolom

Generasi Kelima Neoliberalisme

16 Maret 2022
in Kolom
Ilustrasi generasi kelima neoliberalisme

Ilustrasi generasi kelima neoliberalisme. Foto Pixabay/lppicture

0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Jika nomenklatur generasi keempat neoliberalisme ditandai dengan “emoh negara” maka generasi kelima beda sama sekali bahkan sangat diametral. Tentu dulu mereka emoh negara karena negara-bangsa tersebut dipimpin presiden pembela kedaulatan negara walau via represifitas pada warganya. Para neolibertarian menyebutnya negara otoriter pelanggar HAM. Satu penamaan pejoratif yg dikredokan demi kudeta merangkak agar perubahan emoh negara ke menegara mendapatkan amunisinya.

Bagaimana menjelaskan mereka? Tidak sulit. Sebab, inilah madzab baru soal menegaranya perusahaan internasional, produsen utama ketimpangan; kreator stabilitas kemiskinan.

Sebelum lebih jauh ditelaah, kita kutip dulu hipotesa Kahlil Gibran, “Hidup pada akhirnya merupakan perjalanan kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan, semua hasrat keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan, pengetahuan adalah hampa, jika tidak diikuti pelajaran. Dan, setiap pelajaran akan sia-sia, jika tidak disertai cinta. Sebab, cintalah asal muasal kehidupan dan akhir muakhirnya.”

Jika diqiyaskan, jejak neoliberalisme generasi kelima adalah “hidup tanpa cinta. Terutama cinta pada kemanusiaan semesta.” Sebab, dalam kebijakannya, mereka membuka pasar luar negeri melalui cara-cara politis super serakah, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan intervensi militer. Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas; melindungi si kaya; memastikan si miskin; menggunakan negara sebagai instrumen legal.

Tentu saja, jejak neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO, IMF dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan habisnya wewenang pemerintahan sampai titik zero. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras menolak kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.

Dalam ringkas generasi kelima, kini semua investasi harus dilakukan dalam berbagai sektor kehidupan sepanjang mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Termasuk di sektor pendidikan, kesehatan, penerbitan, media, telekomunikasi, transportasi, dan lain sebagainya.

Dumeil dan Levy dalam buku “La Mondialisation du Capital” (2008) menyebut bahwa neoliberalisme telah mengkudeta negara melalui modal finansial. Tujuan kudeta itu ialah untuk merintangi negara-negara lain di dunia menjalankan kebijakan ekonomi yang memihak warganya. Tentu saja sambil menghalangi bangkitnya nasionalisme di segala lini.

Jurus kudeta negara dimulai via intervensi UU. Lalu, menempatkan boneka sebagai penguasa. Tugas utama penguasa adalah memastikan pemerintah untuk memberikan talangan (bailout) atau stimulus ekonomi. Dananya berasal dari mana? Tentu akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Satu modal membangun hasil iuran warganegara. Dengan skema ini, neoliberalisme akan tetap jaya dan warga selamanya tetap menderita; paria, budak, miskin dan tak merdeka.

Jejak generasi kelima merujuk pada simpulan yang panjang: transparansi, liberalisasi, privatisasi, investasi, bonekanisasi (kudeta).

Pelumpuhan negara yang dilanjutkan kudeta sehingga menjadi corporate state atau negara korporat (korporatokrasi). Artinya, pengelolaan negara dikendalikan oleh korporat (perusahaan swasta/asing). Tentu, dalam negara korporat, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha.

Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan warga, tetapi untuk kepentingan perusahaan swasta baik domestik maupun asing. Hubungan negara dengan warga dikelola layaknya hubungan perusahaan dengan konsumen, antara penjual dan pembeli. Warganegara diposisikan sebagai pembeli yang harus beli kepada negara dan perusahaan yang menyediakan berbagai pelayanan kepadanya.

Inilah babak mutakhir negara menjajah warganya seperti koloni lama tanpa terasa. Menjajah dengan menegara. Dan, menegara untuk menjajah. Karenanya, tugas presiden boneka berikutnya adalah memastikan bekerjanya satu kurikulum dari hilir neoliberalisme yaitu freedom financial. Roadmapnya: perbankan, asuransi, investasi, utang, kurs, valuta asing, devisa dan penetapan mata uang internasional yang memosisikan warga negara menjadi warga melarat dan menderita.

Singkatnya, republik kita masih meminggirkan ide jenius yang melawan. Tentu karena penjajahan yang melenakan. Kitalah yang akan merealisasikannya: agar adil sejahtera untuk semuanya; hukum tegak setegak-tegaknya; bermartabat di seluruh dunia; berdaulat selamanya.(*)

Tags: M Yudhie HaryononeoliberalismeYudhie Haryono
Previous Post

Indonesia Kini dan Sehari Saja Kawan

Next Post

Anies dan Spirit Api Perjuangan Bung Karno

Next Post
Bung Karno dan Anies

Anies dan Spirit Api Perjuangan Bung Karno

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkini

Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

8 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang

Waketum AMPI Pusat Apresiasi Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang, Bukti Adaptif Zaman

7 Agustus 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

Limited! Ayo Ikuti Diskusi Publik: Menghentikan Sesat Pikiran Ekopol Neoliberalisme

8 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang