Harian Semarang
No Result
View All Result
Jumat, Agustus 8, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Agama

Mengenang Guru Dawam Rahardjo

15 April 2022
in Agama, Ramadhan
Dawam Rahardjo, ekonom Indonesia

Dawam Rahardjo, ekonom Indonesia. Foto Twitter @sahaL_SA

0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Yudhie Haryono

Ia yang bertalenta. Plural dan kritis. Sederhana dan zuhud. Berpulang saat ummat melarat dan negara diisi para pengkhianat. Ia pergi selamanya saat hubungan kami (guru murid) makin dekat. Buku-bukunya berjejer di rak perpusku dan kurujuk tiap mengetik ekonomi indonesia.

Ia tak menitip pesan apapun saat elite ummat yang miskin mental, minus ide dan defisit gagasan akibat penjajahan, membuat islam terpuruk sedalam-dalamnya.

Ya. Hobi sebagian pemuka agama kita dari dulu menjual ayat-ayat dengan harga yang kelewat murah. Hanya demi sego lan rupo. Bisnis terbaiknya baru menjualkan kurma dan jilbab: itupun bukan produk sendiri.

Saat negara hancur, mereka ajak sujud dan ziarah. Saat rakyat miskin, mereka kasih kisah-kisah dalam kitab. Saat kota-kota macet dan semrawut, mereka tuliskan fatwa. Saat kehancuran melanda, mereka ajak berdoa. Saat para elite korup, mereka kasih dukungan dengan mengirim proposal pembangunan rumah ibadah dan pergi umrah. Saat kaum muda butuh duit buat sekolah, mereka ajak tahlilan.

Jika saja produsen fatwa agama di negara ini sebanyak riset-riset dan temuan saint iptek, betapa majunya warga kita. Betapa keren martabat negara kita di mata Tuhan dan dunia. Tetapi yang terjadi, kita hanya mengulang-ulang fatwa purba yang diproduksi 1000 tahun lalu di tanah yang tak bisa disamakan dengan tanah-tanah kita. Absurd dan ilutif.

Begitulah agama “islam” kini di tangan para begundal lokal yang hidup di parpol-parpol dan ormas. Tidak ada program jenius dan dahsyat yang mereka jalankan selain menggunakan mimbar pengajian untuk menipu, merampok dan takfiri sambil bangga sudah pasti dapat syorga.

Saat menjenguknya ketika sakit, aku sempat bertanya, “kapan awan hitam di negeri ini sirna?” Jawab beliau tegas, “saat yang muda dan idealis memimpin.”

Ini jenis pertanyaanku yang sama pada Tan Malaka, Sukarno, Hatta, Syahrir dan Kartosuwiryo. Hari-hari ini pertanyaan itu terus lahir dan mengusik jiwaku. Sebab, nalar yang sedang gelisah tak ketemu obatnya. Yang ada hanya daun-daun berguguran. Terbang bingung dan satu-satu jatuh ke jalanan. Hancur. Berkeping.

Lama kita tenggelam ke dalam dekapan fanatisme pasar. Menari dalam gelak si kafir. Menggilas bermusim yang miskin dan papa. 2014 lalu kita mencapai ketersesatan yang jauh. Ya jauh sekali. Mengkhianati konstitusi. Sesat terlaknat.

Kini semua bukan milik kita. Diambil begundal istana. Memang, musim sejahtera telah berlalu. Musim gelap matahari segera berganti, tapi entah kapan. Lalu terdiam gelisah menanti tetes embun keadilan. Sampai-sampai kita tak kuasa memandang elite yang serakah. Yang buta bahwa pengkhianatan dari orang yang kita hormati, sungguh menjadi kebiadaban semesta: penghancur peradaban.

Subuh yang mistis. Sahur saat gerimis. Ramadan tak lagi syahdu. Kematian adalah batu pisah dan pondasi rindu. Kematian yang muspro saat sadar bahwa semua orang di dunia membutuhkan air, garam dan gula. Kita punya ketiganya. Mestinya Indonesia mampu mengatur dunia.

Prof Dawam, sampai ketemu kita di depan Tuhan. Ryo Disastro sedang membaca buah pikiranmu. Yasinku buatmu. GBU.(*)

Tags: Dawam RahardjoKultum RamadhanM Yudhie HaryonoYudhie Haryono
Previous Post

Denger Nih Kata Putri Ayudya: Musik Bisa Setop Perang dan Sikat Radikalisme

Next Post

SMP IT Al Fateeh Semarang Ajak Siswa Tingkatkan Hapal Al Quran

Next Post
Kegiatan Ramadhan SMP IT Al Fateeh Semarang. Foto SMP IT Al Fateeh

SMP IT Al Fateeh Semarang Ajak Siswa Tingkatkan Hapal Al Quran

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkini

Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang

Waketum AMPI Pusat Apresiasi Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang, Bukti Adaptif Zaman

7 Agustus 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang