Harian Semarang
No Result
View All Result
Kamis, Agustus 7, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Sosial

Ilusi Investasi

22 September 2023
in Sosial
Ilusi investasi

Ilusi investasi. Foto Pixabay

0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Yudhie Haryono – Presidium Forum Negarawan

Semua kesirep. Melihat, mendengar, merasakan dan menelan investasi seakan-akan itu “kewajaran bin kerasionalan.” Yang kritis dan melawan investasi dianggap tuna intelektual, tuna adab, tuna moral, tuna mental, buta sejarah, rabun konstitusi, budek kritik dan buta realitas.

Kasus Rempang sebenarnya bukti bahwa tidak semua investasi itu “bener bin pener.” Kasus yang serupa walau tak sama terjadi di mana-mana dan berulang. Jadi, kurang apalagi semesta membukakan bukti agar mata batin kita jernih menempatkan investasi (asing) itu ilusi?

Laku ilusi merupakan kondisi seseorang yang salah persepsi akibat sensorik dalam tubuhnya. Alih-alih melihat sesuatu yang riil, pengidap ilusi biasanya mengalami salah persepsi terhadap rangsangan eksternal yang dialaminya.

Dalam konteks investasi, ilusi ini dikenal sebagai pseudohalusinasi dan menjadi tanda gangguan kejiwaan. Di negara Indonesia, hampir semua elitenya beriman pada investasi sebagai metoda sekaligus tujuan pembangunan tanpa kritis. Bahkan diterima tanpa dipikirkan, ditandatangani tanpa dibaca, dikerjakan tanpa dirasakan apa efek sampingnya. Itu karena elite kita mengidap gangguan kejiwaan menuju delusions of grandeur.

Para elite, karena tak benar saat sekolah, mereka tak tahu kedaulatan. Karena tak paham kedaulatan, mereka tak mengerti tupoksinya. Karena tak tahu tupoksinya, mereka ikut saja apa bisikan orang sekelilingnya. Mereka tak mengerti bahwa bernegara itu berdaulat. Bahwa berdaulat itu boleh dan bisa cetak uang untuk modal.

Lihatlah. Hanya untuk cari modal, mereka jadi pengemis ke seluruh pelosok dunia. Saat ada investor mau investasi dengan syarat usir dan bersihkan warganegara, mereka suka-suka saja. Bahkan, kerahkan serdadu yang sudah disuap serupiah dua rupiah. Ya, mereka tahu serdadu kita menyembah rupiah, membela yang bayar. Elite ekopol dan serdadu kita ini sekarang hobinya datang, duduk, dusta, destruktif, dangdutan dan dodolan plus dobolan (7D). Serakah dan tega plus khianat sesama plus khianat semesta.

Sesungguhnya, setiap investasi (asing) selalu membawa anak haram: intervensi, infiltrasi, inefesiensi, instabilisasi dan invasi (5i). Dus, ujungnya sama: silent invasion (penjajahan secara diam-diam). Bagaimana memahaminya?

Tan Malaka (1945) jauh hari sudah menulis, “jika kita tak mampu menangkap motif investasi, sesungguhnya percuma merdeka.” Sebab bagi Tan, kemerdekaan itu bermakna kedaulatan penuh di ipoleksosbudhankam dan aturan di bawahnya.

Begitu pula fatwa Sjahrir. Ia berkata, “kemanusiaan di kita itu segalanya. Sosialisme kita menjiwai keadilan, memastikan persatuan dan jadi tulang punggung ekonomi-politik. Maka kapital itu belakangan. Jika kapital datang untuk melenyapkan sosialisme, kita akan taruh di selokan.” Bung Hatta pun sebangun. Katanya, “urusan ekonomi kita itu bersendi ketuhanan dan kemanusiaan menjadi keindonesiaan. Tak ada pembangunan(isme) yang memuja kapitalisme. Investasi asing itu komplementer saja.”

Kini pikiran dan nasehat itu hilang, dihilangkan dan diganti dengan kurikulum negara syorga investasi. Semua presiden dan kabinetnya pro investasi. Bahkan caprespun janjinya akan mendatangkan investor. Mereka berkata, “ini zaman modern, kalian yang kaya cukup bawa uang. Kami beri judul investasi. Kami pastikan semua jalan sendiri.” Res-beres, kata orang Madura.

Kita lihat urusan lahan, mudah. Urusan waktu, gampang. Urusan izin, bisa diatur. Kami buatkan payung hukumnya, aturannya, undang-undangnya, perangkatnya, pelaksananya bahkan pengamanan proyeknya. Kami buat komplit satu paket. Serdadu, polisi, birokrasi siap sukseskan program itu. Investor tinggal duduk manis, datang, piknik dan disambut gemerlap berkarpet merah kebesaran.

Dalam kasus Rempang, kita lihat meskipun proyeknya memiliki potensi investasi Rp 318 triliun hingga 2080 dan sedikit lapangan pekerjaan buat warganegara, tetapi investor meminta pembersihan lahan sehingga rakyat tergusur, terusir, ditangkap, disiksa dan diadu-domba. Puluhan korban serta ada yang hilang nyawa.

Padahal, apapun bentuk investasi (apalagi investasi asing), tujuan utamanya adalah kemaslahatan dan kebahagiaan warganegara karena ada peluang untuk meningkatkan kesejahteraannya dan mendapatkan pekerjaan layak khususnya di sekitar destinasi dari investasi itu sendiri. Dus, warganegara tak boleh menjadi korban. Apalagi dicerabut dari lingkungannya. Sebaliknya mereka harus jadi subjek utama pembangunan tersebut.

Dus, investor dan investasi pembangunan di manapun dan kapan pun harus selalu berdasar pada Pancasila dan Pembukaan Konstitusi (…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…). Tanpa itu, jangan pernah beri ruang investor berinvestasi mengatur negeri, menyuruh-nyuruh presiden dan menjadi pemilik bangsa ini.(*)

Previous Post

‘Dapur’ Bawaslu Itu Bernama SDM-OD

Next Post

Komunitas Epistemik Rabun Konstitusi, Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Next Post
Komunitas Epistemik Rabun Konstitusi, Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Komunitas Epistemik Rabun Konstitusi, Refleksi Hari Kesaktian Pancasila

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkini

Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

5 Agustus 2025
Tony Rosyid Versi AI

Dendam Jokowi Dihadang Prabowo

5 Agustus 2025

Tips OOTD Anti Gagal untuk Harian Hingga Liburan ala Lazada dan Danjyo Hiyoji

5 Agustus 2025
Krisis Ideologis Dalam Ekopol Perdagangan Indonesia

Krisis Ideologis Dalam Ekopol Perdagangan Indonesia

31 Juli 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

5 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang