Penulis. Ainal Mardian Mahasiswa KPI UIN Mataram
Hariansemarang.id – Generasi muda adalah motor penggerak perubahan dalam masyarakat, terutama dalam konteks politik yang terus berubah. Dinamika politik sering kali menghadirkan tantangan dan peluang yang membutuhkan respons cepat dan tepat. Oleh karena itu, generasi muda harus mempersiapkan diri untuk berperan aktif dalam menyikapi perubahan politik yang dinamis, dan juga berperan sebagai agen transformasi sosial yang tidak hanya berpartisipasi dalam pemilu, tetapi juga dalam gerakan-gerakan yang mendorong reformasi dan mengubah arah kebijakan publik.
Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, Generasi Muda mampu mengakses dan menyebarluaskan berbagai isu politik secara lebih cepat dan efisien. Pada Pemilu 2019, sekitar 60% dari total pemilih berasal dari kalangan milenial dan Gen Z, menunjukkan bahwa generasi muda tidak hanya hadir sebagai pemilih tetapi juga sebagai penggerak utama politik di era digital. Kehadiran mereka di dunia maya, baik melalui media sosial maupun platform digital lainnya, memungkinkan mereka untuk mengkonstruksi ulang ruang diskusi politik yang lebih terbuka dan partisipatif.
Salah satu contoh nyata dari peran aktif generasi muda dalam politik adalah gerakan #ReformasiDikorupsi yang dimulai pada 2019. Gerakan ini dimotori oleh mahasiswa dan pemuda dari berbagai universitas di Indonesia sebagai respons terhadap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dianggap melemahkan lembaga tersebut. Gerakan ini memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan aspirasi mereka, yang tidak hanya menggerakkan ribuan orang di jalanan, tetapi juga mendapatkan perhatian dunia internasional. Ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat digunakan oleh generasi muda sebagai alat mobilisasi massa untuk merespons kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat.
Selain itu, gerakan seperti #SaveKPK dan #IndonesiaButuhPemimpinBersih yang muncul seiring dengan isu korupsi dan reformasi pemerintahan, juga menggambarkan bagaimana generasi muda tidak lagi hanya sekadar mengikuti perkembangan politik, tetapi berusaha aktif terlibat dalam perubahan kebijakan yang lebih baik dan lebih transparan. Para pemuda ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk menjadi aktor penting dalam politik Indonesia, baik dalam skala nasional maupun lokal.
Peran generasi muda dalam politik semakin kuat dengan kemajuan teknologi digital. Media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok tidak hanya berfungsi sebagai platform untuk berbagi informasi, tetapi juga sebagai sarana untuk berdiskusi, berdebat, dan bahkan mempengaruhi opini publik. Pada Pemilu 2019, hampir 60% dari pemilih adalah milenial dan Gen Z, yang telah menggunakan media sosial untuk mendiskusikan isu politik, mengikuti kampanye, dan bahkan mengkritik kebijakan pemerintah. Prediksi menunjukkan bahwa partisipasi ini akan semakin meningkat pada Pemilu 2024, dengan para pemilih muda yang semakin terlibat dalam proses politik secara lebih aktif.
Pentingnya peran media sosial dalam politik terlihat jelas dalam gerakan #2019GantiPresiden yang berhasil memobilisasi berbagai elemen pemuda untuk mengganti kepemimpinan politik yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda, yang sebagian besar mengandalkan platform digital, dapat mempengaruhi jalannya politik Indonesia dengan cara yang lebih terorganisir dan terstruktur melalui kampanye online yang menarik perhatian banyak pihak.
Yenny Wahid, seorang aktivis dan tokoh politik, berpendapat, “Generasi muda saat ini adalah aktor utama dalam perubahan sosial. Mereka memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi digital sebagai alat perjuangan dan menyuarakan kepentingan publik dengan cara yang lebih inklusif dan modern.” Dengan kemampuan ini, generasi muda Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam proses politik, tetapi juga turut membentuk jalannya politik negara. Kemampuan mereka dalam mengorganisir gerakan, baik melalui aksi jalanan maupun kampanye digital, menunjukkan betapa pentingnya peran mereka dalam demokrasi Indonesia yang semakin berkembang.
Namun, meskipun generasi muda Indonesia memiliki potensi besar untuk mengubah wajah politik negara, mereka juga menghadapi tantangan besar dalam bentuk apatisme politik dan ketidakpercayaan terhadap institusi yang ada. Berdasarkan survei CSIS (Center for Strategic and International Studies), banyak pemuda merasa bahwa sistem politik saat ini tidak mewakili mereka dan sulit untuk mempercayai institusi pemerintah yang sering dianggap terjebak dalam korupsi dan manipulasi politik. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Pertama, pendidikan politik yang lebih intensif di tingkat sekolah dan perguruan tinggi harus diprioritaskan. Program-program pendidikan yang mengajarkan generasi muda tentang demokrasi, hak-hak politik mereka, dan cara berpartisipasi secara efektif dalam sistem politik sangat penting untuk mencegah apatisme. Kedua, reformasi sistem politik yang lebih inklusif juga harus dipertimbangkan. Salah satunya adalah dengan memberikan lebih banyak ruang bagi pemuda dalam struktur legislatif dan pemerintahan, termasuk dengan kuota untuk calon
legislatif muda. Melalui hal ini, generasi muda akan merasa lebih terwakili dalam proses politik dan lebih termotivasi untuk berpartisipasi aktif.
Generasi muda Indonesia, dengan potensi besar yang mereka miliki, adalah pilar masa depan demokrasi yang lebih baik dan lebih inklusif. Mereka tidak hanya berperan sebagai pemilih, tetapi juga sebagai agen perubahan yang dapat menggerakkan masyarakat dan pemerintah menuju arah yang lebih progresif. Dengan dukungan yang tepat, seperti pendidikan politik yang mumpuni dan reformasi sistem yang lebih inklusif, generasi muda dapat menjadi kekuatan utama yang mendorong perubahan positif di Indonesia. Jika hal ini dapat terwujud, demokrasi Indonesia akan semakin matang dan responsif terhadap aspirasi generasi masa depan.