Harian Semarang
No Result
View All Result
Kamis, Agustus 7, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Resensi

Hilangnya Ekonomi Pancasila

Gagasan ekonomi Mubyarto tidak dikurikulumkan, padahal dia guru besar ekonomi paling produktif

18 Mei 2025
in Resensi
Buku Ekonomi Pancasila Mubyarto

Buku Ekonomi Pancasila Mubyarto

56
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Resensor: Yudhie Haryono – Teoritikus Nusantara Studies

Judul buku: Ekonomi Pancasila, Warisan Pemikiran Mubyarto

Penulis: Dumairy dan Tarli Nugroho
Jumlah halaman: 230hlm + iv
Ukuran: 15x23cm
ISBN: 978-979-420-838-0
Penerbit: UGM Press
Harga: Rp 90.000

Presiden Prabowo ingin ekonomi kita kuat dan mendunia. Tentu agar rakyat makmur dan berwibawa. Bagaimana caranya? Praktekkan ekonomi pancasila. Bikin roadmapnya via Undang-undang Perekonomian Nasional yang bermadzab kesentosaan dan kepentingan nasional. Tetapi, ekonomi apa yang riil di republik kita hari ini? Ekonomi kolonial.

Praktik ekonomi apa yang merealitas di negeri ini? Praktik perekonomian para kolaborator, begundal dan rentenir. Dua hal inilah yang menenggelamkan mimpi dan harap presiden kita.

Padahal, usaha memerangi dua hal itu terus dikerjakan. Di banyak tempat, walau oleh segelintir orang. Dan, salah seorang yang jarang itu adalah Mubyarto. Menurutnya, di samping berbagai tantangan yang bersifat teknis dan politis bagi perekonomian Indonesia, maka yang tidak kurang pentingnya adalah tantangan ideologis.

Mubyarto adalah pemikir legenda di Kampus UGM, baik sosok maupun pemikirannya. Sayang tak banyak muridnya. Tak terbentuk komunitas epistemiknya. Ia lokomotif tanpa gerbong-gerbong panjang bergelombang. Ia elang yang mengangkasa.

Ia dikukuhkan menjadi guru besar di Fakultas Ekonomi UGM pada usia yang sangat muda. Hingga akhir hayatnya, 24 Mei 2005, ia menulis puluhan buku dan ratusan karya tulis. Tak akan ada yang membantah bahwa hingga hari ini Mubyarto bisa disebut sebagai guru besar ekonomi paling produktif di Indonesia.

Ya. Bersama dengan sejumlah karibnya, seperti Hidayat Nataatmadja, M. Dawam Rahardjo dan Sri-Edi Swasono, sejak 1980an ia mensistimkan gagasan Ekonomi Pancasila, yang kemudian menjadi polemik akbar sepanjang tahun 1980an.

Ratusan sarjana dan sejumlah Indonesianis terlibat dalam polemik tersebut, yang bisa disebut sebagai polemik paling serius dan paling panjang yang pernah terjadi di lingkungan ilmu sosial (di) Indonesia. Satu pernarasian hebat dan berbobot tentu saja. Satu peristiwa yang sulit diulang di jagad akademis.

Bagaimana sebenarnya pemikiran Mubyarto? Kenapa ia tak menghasilkan banyak pengikut di lingkungan almamaternya? Apa saja kendala yang telah membuat gagasan Mubyarto sulit berkembang? Salah satu jawabannya adalah karena amok neoliberalisme yang digerakkan dari luar tapi disemai di istana negara sehingga jadi tradisi ekonomi kita.

Lebih parah lagi, gagasan-gagasan besarnya tak jadi kurikulum, tak jadi mata kuliah wajib dan tak dilembagakan. Ekonom yang ada justru beramai-ramai mengubur bahkan menyelingkuhinya.

Padahal, ada orang mengaku alumni UGM yang jadi presiden Indonesia. Tapi ekonom yang bekerja di sekitarnya adalah para hamba pasar dan para budak penjudi.

Aduh. Kasihan sekali kita. Kasihan UGM. Kasihan republik ini. Kasihan ekonomi kita. Kasihan rakyat kebanyakan. Kasihan presiden Prabowo dan kabinetnya. Mengapa kasihan?

Karena akibat luasnya, ekonomi politik kita tinggal pengutilan, pernyolongan, perampokan, tipsani, utang dan gadai saja. Tak lebih. Tak kurang.(*)

Tags: Ekonomi PancasilaMubyartoYudhie Haryono
Previous Post

FKPT Jawa Tengah Buka Lowongan Jadi Enumerator Survei IRT 2025

Next Post

Peradaban Agung Jamu Nusantara

Next Post
Buku Jamu Resep Kuno untuk Kehidupan Modern

Peradaban Agung Jamu Nusantara

Berita Terkini

Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

5 Agustus 2025
Tony Rosyid Versi AI

Dendam Jokowi Dihadang Prabowo

5 Agustus 2025

Tips OOTD Anti Gagal untuk Harian Hingga Liburan ala Lazada dan Danjyo Hiyoji

5 Agustus 2025
Krisis Ideologis Dalam Ekopol Perdagangan Indonesia

Krisis Ideologis Dalam Ekopol Perdagangan Indonesia

31 Juli 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

Guru Pandai Mendongeng Bisa Bikin Anak Cinta Buku!

5 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang