Angkat – Petani sedang mengangkat kubis di pasar sayur Kertek, Wonosobo, Kamis (11/2/2016).
|
Wonosobo, Harian Jateng – Jika harga kubis terus naik, maka akan membuat petani kubis di wilayah Kabupate Wonosobo, Jawa Tengah akan semakin bertambah sedikit alias tambah mahal. Pasalnya, perekonomian petani kubis di Kabupaten Wonosobo terguncang.
Sejak beberapa Minggu ini penurunan harga kubis sangat tajam, perkilonya kubis hanya terjual Rp700.
Petani kubis asal Kalikajar Wonosobo, Bahrun mengaku sudah dipastikan petani kubis akan mengalami kerugian. Karena, harga kubis terus turun.
“Kalau harganya dibawah Rp1000 perkilogramnya, petani sudah tidak mungkin dapat keuntungan. Karena, harga aman untuk kubis itu dikisaran Rp1500 perkilogramnya,” tandas dia, Kamis (11/2/2016).
Meskipun harga turun, petani tidak mungkin membiarkan tanaman kubisnya. Karena, prinsip petani, harga naik atau turun, ketika sudah saatnya panen maka akan dipanen.
“Kalau sudah waktunya dipanen tidak mungkin dibiarkan, karena petani akan kena karma, petani harus berani menanggung kerugian,”jelasnya.
Penurunan harga kubis, secara otomatis akan mengguncang perekonomian petani. Ekonomi akan melemah, sebagian petani akan banting setir mengolah lahannya untuk tanaman lain. “Selalu saja, petani yang menderita dampaknya,”tuturnya.
“Tidak ada kepastian harga, harga selalu berubah-ubah. Seakan-akan kami mengalami krisis moneter, karena spontan harga turun drastis,” tutur Suwarno petani Kubis asal Banaran di sela-sela memanen kubisnya, Kamis (11/2/2016).
Selama ini, kata Suwarno tidak ada kepastian mengenai harga sayuran. Pengolah sayuran selalu dihadapkan pada persoalan antara naik dan turun. Takdir selalu dijadikan sebagai bahan kekesalan, agar petani tak putus asa.
“Kalau sedang naik berarti keberuntungan sedang bersama petani. Tetapi, kalau harganya turun itu sudah menjadi takdir mas,” beber dia.
Kondisi penurunan harga selalu terjadi setiap satu tahun sekali. Namun, petani tidak bisa memprediksi kapan waktu harga kubis akan turun.
“Setiap satu tahun sekali, harga dibawah Rp500 sudah dipastikan terjadi. Tetapi, petani sendiri tidak bisa memprediki waktunya,”tuturnya.
Tak ada solusi yang bisa dilakukan untuk menekan kerugian. Hasil yang didapatkan tak sebanding dengan biaya pengolahan.
“Kalau sudah seperti ini, kami hanya bisa pasrah. Semoga saja, penanaman bulan depan harga naik, sehingga bisa dijadikan ganti rugi,” katanya.
Meskipun demikian, Ia mengaku tak ingin berhenti untuk menanam kubis. Karena, menanam kubis sudah menjadi kebiasaan para petani di wilayahnya.
“Kami tetap ingin menanam, tetapi modal yang akan kami gunakan adalah hutang. Karena, kalau tidak hutang sudah tidak ada lagi modal,” pungkas dia. (Red-HJ99/Foto:Fathul-HarianJateng).