![]() |
Pentas Seni Tradisional yang dihelat oleh Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraaga Kab. Purworejo, |
Purworejo, Harianjateng.com – Kelompok kesenian tradisional Dolalak semakin banyak bermunculan di desa/kelurahan yang tersebar di 16 Kecamatan di Purworejo, Jawa Tengah dalam perkembangan terakhir.
Banyak di antara mereka tak mampu berkembang di tengah gempuran zaman. Namun, ada pula yang dapat mempertahankan eksistensinya meski minim bantuan dan berada jauh dari pusat kota Purworejo. Salah satunya, grup Dolalak Putri Wungusari Desa Kaliwungu Kecamatan Bruno. Sejak didirikan pada tahun 1998, grup Dolalak Wungusari turut berupaya mengambil peran untuk melestarikan keberadaan kesenian Dolalak khas Purworejo.
Tak hanya di kecamatan setempat, kelompok pimpinan Mawuryadi (52) ini terus memasyarakatkan Dolalak di luar daerah. Wungusari semakin dikenal dan kerap didaulat pentas. Tidak hanya itu, dalam ajang kompetisi tari Dolalak di kecamatan setempat pada beberapa tahun terakhir, Wungusari kerap menjadi yang terbaik.
“Kita sering ditanggap untuk acara hajatan di desa-desa, tak jarang sampai di wilayah Wonosobo,” kata Mawuryadi usai memeriahkan pentas Seni dalam Daerah di Gedung Kesenian Sarwo Edhie Wibowo Purworejo, akhir pekan lalu.
Dolalak Putri Wungusari terus berinovasi, di antaranya dengan kreatifitas kostum, iringan dan tarian, agar makin diminati masyarakat. Namun, upaya itu kerap terganjal sejumlah kendala, seperti minimnya anggaran untuk pengembangan. Terlebih, minim bantuan yang diterimanya dari pemerintah daerah.
“Sejak berdiri baru dibantu sekali dari Pemkab. Saat ini kami kesulitan mengajukan bantuan karena kelompok diwajibkan berbadan hukum, padahal untuk mengurus itu biayanya tidak sedikit,” jelasnya.
Tantangan mengembangkan Wungusari tidak hanya pada urusan finansial, melainkan juga sumber daya penari putri berusia remaja yang terus berkurang. Sebagian seusia itu harus keluar merantau.
“Rata-rata penari sekarang berusia SMP dan SMA. Kami menyiasatinya dengan terus melatih anak-anak sejak usia SD kelas 4. Kalau tidak dilatih sejak dini, pasti penari tidak bertahan lama karena tergiur dengan aktivitas lain yang lebih modern dan bergengsi,” ungkapnya.
Saat ini, dengan sekitar 60-an anggota yang ada, Wungusari bertekad untuk terus mempertahankan eksistensinya. Potensi yang ada akan terus digali di tengah tantangan dan persaingan grup kesenian lain yang semakin kompetitif. “Ada bantuan atau tidak, kami akan berjuang agar tetap eksis. Kami berharap ada perhatian dari pemerintah, dalam bentuk apapun agar kesenian tradisional tidak tergilas kesenian modern,” tandasnya. (Red-HJ99/alwin).