Harian Semarang
No Result
View All Result
Jumat, Juli 11, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Hukum

PWNU Jateng tak Setuju Kenaikan Batas Usia Nikah

10 Agustus 2016
in Hukum, Nasional, Sosial
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Suasana Bahtsul Masail LBM PWNU Jawa Tengah.

Semarang, Harianjateng.com – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah menolak wacana kenaikan batas minimal usia menikah karena hal itu dinilai lebih banyak dampak negatifnya dibanding positifnya.

Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah Abi Jamroh di Semarang, Rabu (10/8/2016), mengatakan, penolakan tersebut merupakan hasil dari pertemuan para kiai dan perwakilan pengurus NU se-Jateng di Temanggung belum lama ini.

“Aturan yang ada saat ini saja kalau dilihat dari kemaslahatannya lebih banyak negatifnya,” kata Ketua Komisi Fatwa NU Jawa Tengah ini.

Menurut dia, sempat muncul gugatan judicial review atas undang-undang perkawinan yang mengatur tentang batasan usai minimal untuk pernikahan.

Ia menuturkan terdapat wacana agar batas usia perkawinan untuk wanita dinaikkan dari 16 tahun menjadi 18 tahun dan pria dari 19 tahun menjadi 21 tahun.

Gugatan tersebut, kata dia, telah ditolak Mahkamah Konstitusi dengan pertimbangan kebaikan dan manfaatnya.

Para kiai menilai pemerintah tidak boleh membatasi usia minimal untuk menikah.

Salah satu pertimbangannya, lanjut dia, selama mempelai yang akan menikah masih memiliki orangtua atau keluarga, maka pemerintah tidak boleh ikut campur.

“Dalam hukum Islam, pemerintah berkedudukan sebagai penguasa umum, sedangkan orangtua berkedudukan sebagai penguasa khusus atas anak-anaknya,” katanya.

Hasil pemikiran para kiai tersebut, menurut dia, akan disampaikan kepada pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya sebagai dasar untuk menyusun aturan perundang-undangan.  (Red-HJ99/ant).

Previous Post

Tim Wasev Komsos dari Sterad Disambut Mesra Dandim

Next Post

Cari Ikan, Warga Banyutowo Pati Nyemplung di Laut

Next Post

Cari Ikan, Warga Banyutowo Pati Nyemplung di Laut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pre-order Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Resmi Dibuka: HP Lipat Tercanggih dengan Bonus Terbaik

Pre-order Samsung Galaxy Z Fold7 dan Z Flip7 Resmi Dibuka: HP Lipat Tercanggih dengan Bonus Terbaik

10 Juli 2025
Koperasi Merah Putih Itu Prabowonomic

Ekonomi Pancasila Bermula dari Koperasi

10 Juli 2025
Konsolidasi Internal, Ma’arif Jateng Gelar Retreat & Ma’arif Staff Meeting

Konsolidasi Internal, Ma’arif Jateng Gelar Retreat & Ma’arif Staff Meeting

9 Juli 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang