![]() |
Kantor DPRD Jateng |
Semarang, Harianjateng.com – DPRD Jawa Tengah mendesak pemerintah provinsi setempat merevisi Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2015 tentang Dana Hibah karena menghambat upaya pengurangan angka kemiskinan.
“Kami mendesak Pergub Nomor 55/2015 direvisi dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/2016 yang di antaranya mengatur penerima hibah dan bansos yang harus berbadan hukum hanya lembaga pendidikan,” kata Ketua Komisi B DPRD Chamim Irfani di Semarang, Kamis (18/8/2016).
Menurut dia, jika pergub tentang dana hibah direvisi, Pemprov Jateng dan instansi terkait bisa langsung mengintervensi program pengurangan jumlah warga miskin dengan didasarkan pada “by name by address”.
“Dengan ‘by name by address’, untuk pengurangan (warga miskin) tahapan per tahunnya jelas, dalam setahun ini akan kita kurangi berapa,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa Komisi B DPRD Jateng telah menyerahkan rekomendasi secara resmi kepada Pemprov Jateng agar menindaklanjuti dengam merevisi Pergub No.55/2015.
Anggota Komisi B DPRD Jateng Achsin Maruf mengaku sependapat jika penerima dana hibah di bidang pendidikan harus berbadan hukum.
“Kalau (penerima dana hibah) kelompok masyarakat disahkan oleh SKPD yang membidangi, misalnya kalau terkait nelayan ya Dinas Kelautan dan Perikanan, kelompok tani ya Dinas Pertanian, termasuk masjid atau musala ya cukup Kemenag, tanpa harus badan hukum yang disahkan Kementerian Hukum dan HAM,” katanya.
Apalagi, kata dia, Pemprov Jateng sudah memiliki data warga miskin “by name by address” sehingga bisa digunakan untuk penyaluran dana hibah.
Sementara itu, Pemprov Jateng berencana mengalihkan sebagian anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk dana hibah ke bantuan sosial guna mengakomodasi sejumlah pihak yang berhak menerima tapi tidak berbadan hukum.
“Ada beberapa alokasi hibah tetap diberikan, yakni untuk badan atau lembaga yang sudah berbadan hukum sebagaimana yang selama ini ada, namun sebagian lainya untuk nomenklatur bansos,” kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Ganjar mengaku telah dimintai masukan oleh Kemendagri terkait dengan pencairan dana hibah terkait dengan penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Ganjar, beberapa “draft” dari Kemendagri itu mirip dengan yang telah diusulkan sebelumnya antara lain, koperasi atau yayasan (penerima dana hibah) yang berbadan hukum tetap bisa menerima pencairan dana hibah.
Ganjar menilai bahwa sebenarnya syarat penerima dana hibah relatif mudah, namun, sejak penerapan UU Nomor 23 Tahun 2014 ada syarat tambahan yang harus dipenuhi, yaitu penerima dana hibah adalah badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. (Red-HJ99/ant).