Donny Priambodo, Anggota Komisi XI DPR RI |
Jakarta, Harianjateng.com – Badan Usaha Milik Negera (BUMN) belum menjadi sektor yang strategis untung meningkatkan pendapatan negara dalam APBN. Pendapatan negara paling besar didapat dari sektor pajak, disusul sektor migas dan non pajak.
Pada masa pemerintahan Soeharto, APBN Indonesia sangat tergantung dari sektor migas. Apalagi saat booming minyak melanda Indonesia. Namun era itu telah usai seiring lifting minyak dan gas yang terus mengalami penurunan.
Di era yang telah banyak berubah ini, Indonesia patut memikirkan beberapa langkah yang progresif untuk menanggulangi defisit anggaran yang terjadi setiap tahunnya. Untuk tahun 2016 ini defisit negara sekitar Rp 332,83 triliun atau setara dengan 2,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Tiap tahun kan defisit terus dan maintain di kisaran yang sama, tapi kalau terus gali lobang tutup lobang kan negara harus bayar bunga untuk utang dan saat akhir tahun harus utang lagi untuk bayar bunga utang kemarin,” kata anggota Komisi XI DPR Donny Priambodo ketika ditemui selepas Rapat Paripurna DPR, Selasa (23/08/2016).
Oleh karena itu, menurutnya, di masa depan BUMN bisa menjadi tumpuan pemerintah dalam instrumen prioritas dalam penerimaan negara. Aset BUMN yang saat ini lebih dari Rp 4.000 triliun bisa menjadi modal untuk memaksimalkan pendapatan Negara dari sector non pajak.
“Aset BUMN lebih besar dari cadangan devisa kita yang hanya Rp 1.462 triliun. Belum ada yang bisa memanfaatkan BUMN yang beraset Rp 4.000 triliun agar lebih menguntungkan,” tuturnya.
Anggota Fraksi NasDem ini menjelaskan, sampai tahun ini BUMN hanya menyetor keuntungan ke Negara sekitar Rp 37 triliun saja atau kurang dari 10%. Itupun hanya didapat dari 10 BUMN saja.
Berkaca dari Negara Tetangga
APBN bisa dihitung secara rumus matematika sederhana saja. Kondisi negara yang selalu defisit setiap tahunnya menandakan postur APBN yang harus diperbaiki. Menurut Donny, saat ini Negara tidak boleh bertumpu pada salah satu sektor saja. Sektor pajak yang selama ini menjadi andalan pemerintah untuk menghasilkan uang nyatanya hanya mampu tumbuh sebesar 10% setiap tahunnya. Jika ditambah dengan usaha keras dari Dirjen Pajak menjadi 4%. Sehingga pendapatan Negara dari pajak rata-rata bisa tumbuh 14% saja.
Ia menuturkan, Indonesia patut meniru apa yang dilakukan oleh negara tetangga. Postur APBN Thailand dianggapnya sehat karena tidak mengalami defisit. Artinya, pemerintah Thailand berhasil membangung postur APBN yang sehat dan mampu menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negaranya.
Untuk mempekuat BUMN, Donny merujuk Singapura sebagai negara yang sukses memberdayakan BUMN-nya untuk go internasional. BUMN Singapura seperti Temasek berhasil membangun gurita bisnisnya di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hal ini patut ditiru ditengah anjloknya pendapatan negara dari sektor pajak dan migas.
“Pendapatan negara bisa digenjot sebenarnya, tapi untuk BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti PT. Pos dan lainnya boleh gak untung, asal gak minus saja. Karena sangkutannya dengan kebutuhan masyarakat,” pungkasnya. (Red-HJ99/ant).