Taufiqulhadi, Anggota Komisi III DPR RI |
Jakarta, Harianjateng.com – Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi menyatakan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak hanya melihat satu sisi saja.
“Harus dipisahkan antara koruptor sebagai sebuah kejahatan dan personnya yang telah dijatuhi hukuman dan masuk ke LP menjadi warga binaan,”ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (24/8/2016).
Hal ini disampaikan Taufiq terkait pemberian remisi kepada lebih kurang 400 napi yang di antaranya adalah Nazaruddin dan Gayus. Hal ini kemudian menjadi polemik karena rencana revisi PP ini dianggap meringankan hukuman bagi para koruptor.
Dia melanjutkan, saat telah dijatuhi hukuman dan dimasukkan ke rutan, mereka sudah menjadi warga binaan negara. Maka seberat apapun hukumannya selaku warga negara, mereka memiliki hak untuk mendapatkan remisi dari negara apabila berkelakuan baik selama masa hukuman.
“Sehingga kepada warga binaan ini tidak hanya dikenakan punishment tetapi juga ada reward bagi mereka yang (pernah) bersalah. Jika tidak ada, saya rasa kurang adil, kalau begitu buat apa ada namanya pembinaan dalam penjara tersebut,”paparnya.
Apalagi, terang politisi NasDem ini, dalam konteks hukum saat ini sangat berbeda dengan penerapan hukum sebelumnya.
“Saat ini kita memasuki masa hukum neo classic, terutama dalam pembahasan DPR dalam revisi UU KUHP di Senayan, di mana pemberian sanksi itu merupakan upaya pembinaan yang dilakukan oleh negara bukan lagi diartikan balas dendam terhadap kejahatannya,” tuturnya.
Menurut Taufiq, perspektif dari pengiat antikorupsi yang memandang agenda revisi PP tersebut untuk mempermudah jalannya keringanan hukuman bagi koruptor, tidaklah sepenuhnya benar.
“Remisi ini bukanlah suatu barang diharamkan dan hal yang wajar diberikan negara kepada warganya. Itu merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia,” tambahnya.
Namun, dia mengingatkan, agar tidak menimbulkan polemik dalam pemberian remisi, pemerintah perlu hati-hati, khususnya kepada koruptor kelas kakap.
“Saya kira kepada Nazaruddin dan Gayus seharusnya tidak perlu cepat diberikan remisi karena mereka saat ini masih kontroversial di mata publik,” pungkasnya. (Red-HJ99/Hms).