Anies unstoppable. Gak terbendung lagi. Jumlah relawan yang kerja untuk Anies semakin membesar dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Pelan, tapi pasti. Terus merayap membentuk jalinan struktur yang semakin rapi. Para penulis mulai satu persatu bergabung untuk menyuarakan Anies for Presiden. Kalangan akademisi mulai memberikan dukungan. Prof. Dr. Musni Umar, Rektor Universitas Ibnu Khaldun bahkan ikut dan aktif mengkampanyekan Anies. Siapa pasangan Anies?
Relawan Anies dengan berbagai identitas kelompok dan sekoci yang mulai terkonsolidasikan, serta para penulis yang agresif mensosialisasikan Anies ke publik akan menjadi “bola salju dukungan” yang semakin membesar dan tak terbendung.
Partai-partai politik tak mau ketinggalan. Gerindra melalui M.Taufik, salah satu ketua DPRD DKI, mendoakan Anies jadi presiden. Ini pernyataan dukungan yang jelas dan tegas. Surya Paloh, Ketum Nasdem berulangkali menyatakan dukungan kepada Anies. Mardani Ali Sera, anggota DPR dan juru bicara dari PKS memprediksi Anies bakal menang di Pilpres 2024. Zulkufli Hasan, ketua PAN, optimis jika Anies memimpin Indonesia kedepan negara ini akan semakin baik. Begitu juga PPP, desakan dari pengurus dan kader di bawah hanya mengarah untuk mendukung Anies. Bahkan mereka menuntut agar DPP segera mendeklarasikan Anies.
Tentang partai apa yang akan curi start untuk deklarasi Anies, ini juga akan menjadi dinamika politik yang menarik untuk Pilpres 2024.
Di kalangan pensurvei dan analis politik, nama Anies selalu menjadi pembicaraan diantara mereka. Ini menunjukkan bahwa Anies adalah fenomena yang paling menarik saat ini.
Di tengah eforia terhadap Anies, muncul banyak diskusi di kalangan para relawan siapa calon pendamping Anies. Beberapa nama muncul seperti Khofifah Indar Parawansa, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Jenderal Andika Perkasa, Sandiaga Uno, Muhaimin Iskandar dan Gatot Nurmantyo.
Soal cawapres Anies pun masuk dalam sejumlah survei dan pooling. Di sejumlah group WA menjadi diskusi dan spekulasi yang hangat.
Bagi analis politik, menebak cawapres merupakan hal tersulit. Variabelnya terlalu banyak dan sangat dinamis. Bukan hanya elektabilitas, tapi juga isi tas. Faktor rekomendasi juga kadang malah paling dominan.
Munculnya K.H.Ma’ruf Amin yang menggeser Mahfud MD di detik-detik akhir dalam bursa cawapres Jokowi menegaskan betapa sulitnya memprediksi cawapres.
Gak menutup kemungkinan cawapres Anies adalah Erick Thohir. Luar Jawa, punya elektabilitas, ada duit, gesit dan aktif melakukan konsolidasi massa, dan kabarnya dekat dengan warga Nahdhiyin.
Taj Yasin, Wagub Jawa Tengah juga potensial untuk menjadi Cawapresnya Anies. Dalam konteks vote gater, Taj Yasin, putra K.H Maemoen Zubair ini memiliki kantong suara cukup besar di Jateng dan Jatim. “Santri Gayeng”, yang selama ini dibina Gus Yasin, panggilan akrab Taj Yasin, merupakan relawan yang terkonsolidasi dengan baik dan memiliki militansi yang gak kalah dengan kader PKS maupun PDIP. Mereka adalah para Santri alumni pesantren Sarang. Pesantren yang diasuh salah satunya oleh Kiai kharismatik Mbah Maemoen Zubair.
Anies punya tantangan di Jateng dan Jatim. Keberadaan Gus Yasin bisa menjadi solusi menghadapi lawan di Jateng dan Jatim.
Selain Gus Yasin, Mahfud MD juga punya kans untuk mendampingi Anies jika PBNU merekomendasikan. Boleh jadi Ganjar Pranowo atau Puan Maharani yang ditawarkan untuk menjadi cawapres Anies dengan tiket PDIP. Semua serba mungkin. Ini misteri yang paling sulit diprediksi.
Karena ramainya orang bicara bakal cawapres Anies, Mardani Ali Sera bilang: Anies dipasangkan dengan siapa saja akan menang. Diksi yang “sedap-sedap ngeri”. Teringat fenomena Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pilpres 2009 dan Jokowi di Pilpres 2014. Dicalonkan dengan siapa saja, pasti menang.
Karena sulitnya memprediksi bakal cawapres, sejumlah pihak mendorong agar para relawan Anies fokus untuk memperbesar elektabilitas Anies, dan tak perlu habiskan energi untuk membahas siapa yang cocok untuk menjadi cawapres Anies. Karena itu merupakan otoritas elit dan tidak ditentukan oleh relawan.
Tony Rosyid – Pengamat politik dan kebangsaan