Hariansemarang.id – Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mematahkan klaim Luhut Binsar Pandjaitan atau Lord Luhut yang mengatakan, berdasarkan analisa big data terdapat sekitar 110 juta pengguna media sosial yang membahas wacana penundaan Pemilu 2024.
Tak hanya itu, ratusan juta pengguna media sosial itu juga diklaim oleh Luhut aktif membicarakan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden. Data Luhut ditampik LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, klaim yang dilakukan Luhut amat berlebihan.
“Pendapat tersebut tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan analisa big data yang kami miliki, percakapan tentang Pemilu 2024 di platform paling besar di Indonesia yaitu Instagram, YouTube dan TikTok tidak sampai 1 juta orang,” papar La Nyalla saat diminta pendapatnya soal klaim tersebut, dikutip dari rilisnya, Sabtu 12 Maret 2022
Dipaparkan La Nyalla, jumlah pasti akun yang terlibat dalam percakapan wacana tersebut sebanyak 693.289 percakapan. Jumlah itu terbagi atas 87 ribu percakapan di YouTube, 134 ribu percakapan di Instagram dan 454 ribu di TikTok.
“Media sosial paling ribut seperti Twitter, percakapan tentang pemilu hanya melibatkan 17 ribu akun unik,” jelas La Nyalla.
Justru dari analisa big data yang digunakan oleh DPD RI, La Nyalla menyebut percakapan pemilu tak sebesar percakapan ibu-ibu dan masyarakat umum soal kelangkaan minyak goreng, gula pasir dan komoditas kebutuhan rumah tangga lainnya.
“Justru dari big data terlihat jika masyarakat lebih menitikberatkan perhatian mereka pada kelangkaan dan antrian ibu-ibu saat membeli minyak goreng. Dari big data tersebut percakapan tentang minyak goreng yang hilang dari pasaran mencapai 3.272.780 percakapan,” tegas La Nyalla.
Dari data-data itu, La Nyalla meyakini jika pendapat Menko Luhut Pandjaitan bahwa ada 110 juta pengguna media sosial membicarakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden tidak kredibel.
La Nyalla juga membocorkan, jika sentimen negatif pemberitaan tentang penundaan Pemilu 2024 cenderung meningkat.Â
“Hingga Jumat, 11/3/2022 sore, kecenderungan sentimen negatif terhadap wacana ini meningkat. Skornya sudah melebihi 50 persen jika dibandingkan pada skor sentimen pada Februari 2022. Termasuk adanya peningkatan emosi anger (marah) sebesar 8 persen,” tutup La Nyalla.