Oleh Nur Kholis – Guru SMA An Nur Bululawang Malang/Lembaga Pers PC IPNU Kab. Mojokerto/Wadir Pendidikan Islam LAPENMI PB HMI/Pengamat Sosial Politik
Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo merupakan dua tokoh yang saat ini memiliki popularitas paling tinggi di depan publik. hasil survei yang dirilis oleh beberapa lembaga survei, keduanya menempati posisi puncak teratas dengan elektabilitas tertinggi untuk maju di pilpres 2024 mendatang. Tentunya selain Ketua umum partai Gerindra, Prabowo Subianto yang masih memiliki kans besar untuk maju sebagai calon presiden di pemilu nanti.
Nama Anies mulai dikenal luas oleh masyarakat karena pernah menjabat sebagai Mendikbud RI. Ketika menjabat sebagai menteri, ia menggagas berbagai program untuk memajukan pendidikan nasional. Salah satu gagasannya yang dikenal dan melejitkan namanya adalah program “Indonesia Mengajar”.
Saat ini, Anies dipercaya sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 2017–2022. Tinggal menghitung beberapa bulan lagi, masa jabatan Anies akan berakhir. Tepatnya pada tanggal 16 Oktober 2022.
Pemerintah, DPR RI, dan KPU RI telah menyepakati bahwa pemilihan umum akan digelar pada tanggal 14 Februari 2024. Diprediksi sekitar bulan Juni 2023 pendaftaran bakal calon presiden akan dibuka. Berakhirnya masa jabatan sebagai gubernur dapat menjadi sebuah kerugian sekaligus juga keuntungan tersendiri bagi Anies.
Menjadi kerugian karena Anies tidak menjadi gubernur secara otomatis ia tidak memiliki kedudukan dan otoritas. Ia juga kehilangan peran sehingga menyebabkan Anies tidak lagi menjadi pusat perhatian. Selama ini Anies dikenal karena peran dan otoritasnya, ketika itu hilang, maka Anies juga akan hilang dalam perbincangan masyarakat.
Tetapi, selesainya masa jabatan dapat menjadi keuntungan besar apabila Anies mahir mengelolah diri dan mampu menciptakan momentum-momentum baru yang membuat dirinya semakin dikenal oleh masyarakat.
Dengan berakhirnya masa jabatan, sebenarnya dapat digunakan oleh Anies untuk lebih fokus membangun personal branding, mengaktifkan dan mengintensifkan pergerakan tim sukses (timses) baik secara langsung maupun dunia maya, serta memaksimalkan segenap sumber daya dan jaringan untuk menyukseskan pendaftaran Pilpres.
Kita tahu bahwa Anies merupakan seorang profesional dan akademisi, bukan kader partai. Sedangkan untuk maju di Pilpres, setiap orang membutuhkan kendaraan, yakni partai politik. Pertanyaannya partai apakah yang akan mengusung Anies Baswedan?
Bagi sebuah pertai, mengusung kader sendiri bukan hanya sekedar sebuah kebangaan, melainkan sebuah tindakan yang sangat menguntungkan bagi parpol. Partai akan mendapatkan keuntungan yang disebut sebagai efek sempurna (coattail effect), yakni sebuah dampak yang mampu mendongkrak suara partai sehingga menjadi pemenang (partai penguasa) apabila kader yang diusung menang.
Prioritas utama bagi sebuah partai adalah kemenangan. Mau berasal dari kader internal atau bukan, yang penting menang. Disini, Anies punya kesempatan besar. Anies memiliki peluang besar untuk menang. Ada beberapa modal yang dimiliki oleh Anies yang bisa digunakan. Pertama, Anies mempunyai penampilan (performance) yang bagus. Kharisma sebagai seorang presiden terdapat dalam dirinya. Memiliki kharisma, kewibawaan, ketampanan, dan popularitas yang mampu menghipnotis banyak orang. Ini akan masuk ke dalam pikiran dan jiwa setiap orang.
Kedua, Anies memiliki rekam jejak (track record) yang bisa dikatakan sangat cemerlang. Bagaimana ia mampu menjadi rektor termuda di Indonesia saat menjabat di Universitas Paramadina, Mendikbud RI, menggagas berdirinya Yayasan Indonesia Mengajar, Gubernur DKI Jakarta, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), berbagai penghargaan yang didapatkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, relasi hubungan luar negeri, dan keterampilan bahasa Inggris yang mumpuni. Ini semua semua adalah modal berharga yang bisa dikelolah dan ditawarkan saat kampanye.
Ketiga, dalam setiap gelaran Pilpres, pasti akan diadakan debat Capres yang akan ditonton dan menjadi perbincangan nasional di seluruh kelompok masyarakat. Mulai dari warung kopi sederhana sampai cafe mewah akan membicarakan debat Capres. Anies mempunyai kemampuan retorika yang mengagumkan, ia memiliki kemampuan mendistribusikan gagasan dengan baik. Di sini Anies bisa menggunakan kemampuannya untuk mempengaruhi pola pikir dan meyakinkan calon pemilih agar mau menjatuhkan pilihannya kepada Anies.
Di sisi lain, ada Ganjar Pranowo yang hadir dengan pencapaian yang tidak kalah hebat. Ganjar merupakan kader PDIP. Mengenai kendaraan politik, setidaknya Ganjar tidak perlu risau karena sudah memiliki partai politik. Meski demikian, tidak ada jaminan bagi Ganjar untuk mendapatkan tiket dari PDIP untuk maju dalam Pilpres, karena PDIP punya jagoan sendiri yakni Puan Maharani.
Puan dan Ganjar beberapa waktu terakhir mempertunjukkan aroma ketegangan dan kompetisi. Selain sebagai ketua DPP partai, Puan Maharani yang merupakan putri mahkota Ketua umum PDIP menilai sudah dilangkahi oleh Ganjar.
Ganjar tidak memiliki pilihan lain apabila berkeinginan untuk nyapres, kecuali harus berani mendobrak dinding besar partai. Dengan upaya dan kerja keras yang dilakukan, nampaknya Ganjar berhasil. Bagaimana elektabilitasnya terus meningkat karena kinerja yang dilakukan oleh tim medianya begitu intensif.
Performa Ganjar yang apik dengan gayanya yang terjun ke masyarakat secara intens, menjadi faktor utama yang mendongkrak elektabilitas. Ganjar seakan-akan diidentikkan dengan sosok pemimpin yang merakyat (dekat dengan masyarakat) mirip dengan apa yang diasosiasikan kepada Pak Jokowi. Sementara apabila kita lihat dari faktor prestasi, nampaknya belum ada prestasi yang terlihat dari Ganjar.
Kemampuan dan nilai jual Ganjar bukan terletak di prestasi, melainkan di performa. Bagaimana Ganjar mampu tampil sederhana, kalem, renyah, dan ramah. Apabila Ganjar ingin mendapatkan simpati dari kelompok menengah atas, maka Ganjar harus menunjukkan prestasi yang terlihat. Karena masyarakat Indonesia cenderung lebih butuh figur calon pemimpin yang memiliki prestasi, dan kapasitas, bukan dari tampilan luarnya.
Ketika kita analisis lebih dalam apakah PDIP akan menyerah dan memberikan tiketnya ke Ganjar? Kemungkinan itu masih sangat terbuka. Sebenarnya itu dilematis bagi PDIP. Di satu sisi, Ganjar merupakan kader yang berkualitas dan potensial. Memiliki elektabilitas yang tinggi untuk memenangkan partai. Tetapi di sisi lain, dalam waktu dekat akan dilaksanakan pergantian kepemimpinan di tubuh PDIP.
Apabila pergantian kewenangan di PDIP terjadi dan kepemimpinan dipegang oleh kader luar PDIP, bukan tidak mungkin Puan akan tersingkir dan kepemimpinan trah Soekarno akan hilang dari partai moncong putih ini. Sekarang, PDIP masih berada dalam kekuasaan mutlak Megawati Soekarnoputri dengan posisinya yang sangat kuat. Tidak ada satupun kader partai yang mampu menggeser.
Beda Puan, beda Mega. Mengenai hal ini, banyak berkembang opini dalam masyarakat bahwa PDI Perjuangan merupakan partai yang menarik untuk diperebutkan pasca kepemimpinan Megawati.
Meskipun PDIP tidak mengusung Ganjar, masih ada peluang untuk diusung oleh parpol lain. Dengan syarat elektabilitas Ganjar harus yang tertinggi sehingga parpol yang mencari untuk diusung. Dalam hal ini, Presiden Jokowi memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya-upaya pemenangan. Tanpa restu dan dukungan dari Pak Jokowi, Ganjar bukan siapa-siapa.
Ini bertolak belakang dengan Anies, karena bukan sebagai kader parpol, ia memiliki positioning dan daya tawar politik yang lebih kuat. Anies dapat menjelma bukan hanya milik parpol tertentu saja, melainkan dapat menjadi milik bersama. Di sini terdapat kolektivitas yang memungkinkan setiap parpol untuk turut andil dalam pengambilan kebijakan. Dan ini tidak mudah diraih apabila mendukung kader parpol lain.
Bagi parpol besar dan berhaluan terbuka sekaliber Golkar, menjatuhkan pilihan (dukungan) ke Anies dapat memposisikannya sebagai lokomotif. Ini akan mendongkrak suara Golkar dan menghantarkannya sebagai partai penguasa. Apabila Golkar mencalonkan Ganjar, nasib Golkar akan sama seperti sekarang, kalah pengaruh dan populer dengan PDIP. Secara karakteristik Anies dan Golkar mempunyai beberapa kecocokan. keduanya memiliki chemistry yang bagus. Anies merupakan figur yang memiliki nilai-nilai moderat, egaliter dan berwawasan terbuka. Golkar juga begitu, sebuah partai yang terbuka dan moderat.
Akan tetapi, Golkar seringkali lamban, kurang berani dalam mengambil keputusan, kalah gesit dengan langkah Nasdem. Nasdem dinilai sebagai parpol yang berani mengambil langkah cepat untuk mengusung Capres. Hal itu dibuktikan dengan sikapnya yang tegas dan tepat mendukung Pak Jokowi tahun 2014 dan 2019 lalu. dan Nasdem memberikan sinyal akan menghindari satu gerbong dengan PDIP di Pilpres 2024 nanti. Pengalaman dua periode, Nasdem kurang leluasa bergerak karena dibayang-bayangi pengaruh PDIP yang terlalu kuat.
Menengok partai-partai lain seperti PPP, PKS, dan PAN kemana mereka berlabuh? Apabila ketiga parpol ini masuk satu gerbong dengan PDIP, kemungkinan besar suaranya akan tergerus. Karena basis pemilih (konstituen) dari ketiga parpol ini sedang tidak respect dengan PDIP.
Sedangkan Demokrat kemungkinan besar akan menentukan sikap di detik-detik terakhir. Lalu PKB juga tidak dapat dianggap remeh, ketua umumnya Gus Imin memiliki pergerakan yang lincah dan sulit ditebak. Memiliki kemampuan lobi yang sempurna, kelihatannya akan melihat hasil akhir negosiasi, yang dirasa itu menguntungkan bagi dirinya dan parpol.
Dari dinamika politik yang terjadi, Anies dan Ganjar sama-sama memiliki prestasi tersendiri, keduanya juga sama-sama memiliki peluang besar untuk diusung di kontestasi Pilpres 2024. Baik Ganjar maupun Anies punya basis pendukung masing-masing, keduanya juga memiliki kans besar untuk menjadi pimimpin. Namun, konstalasi politik dapat berubah. Anies dan Ganjar bisa saja terlempar dari bursa capres dan cawapres 2024 apabila tidak mampu mengelolah diri dan memanfaatkan momentum dengan baik. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh Anies dan Ganjar.
Untuk saat ini yang dapat dilakukan Anies dan Ganjar untuk mempersiapkan diri di Pilpres 2024 adalah dengan menunjukkan kinerja terbaik sebagai Gubernur, memberikan kontribusi dan keberpihakan kepada masyarakat luas. Sehingga elektabilitasnya bisa terus naik. kemudian masyarakat menjadi semakin yakin dan percaya bahwa Anies dan Ganjar memang layak untuk dipilih. Sambil silaturahim ke ketua-ketua parpol untuk berdiskusi, terjun langsung ke masyarakat untuk menyerap langsung aspirasi publik tentang bagaimana figur pemimpin harapan rakyat.
Tidak perlu terlalu memikirkan dukungan parpol, karena ketika Anies dan Ganjar memiliki elektabilitas yang kuat, dan keduanya memang menjadi calon pemimpin yang diharapkan, dan dieluhkan oleh masyarakat, Anies dan Ganjar tidak perlu mencari partai. Partai-partai politik yang akan mencari dan melabuhkan pilihan kepada Anies dan Ganjar. Dengan syarat, keduanya mampu mempertahankan elektabilitas tertinggi sampai akhir (pendaftaran Pilpres 2024).