Hariansemarang.id – Dalam upaya digitalisasi pada dua museum yaitu Museum MAJT dan Museum Masjid Agung Demak, peneliti UIN Walisongo, KH. Anasom mengidentifikasi temuan menarik yaitu kitab Tafsir tahun 1000 H atau kurang lebih tahun 1590-an masehi.
Dari kolovon (catatan penulis) manuskrip kitab tafsir yang tertulis pada bagian akhir kitab, terbaca sanah alf (tahun 1000 H). Maka manuskrip ini merupakan manuskrip tertua dari tafsir yang ada.
Beberapa waktu lalu Ginanjar Syakban yang juga peneliti turats PBNU telah mengidentifikasi manuskrip tafsir di Keraton Cirebon berangka tahun 1035 H. Dengan demikian manuskrip Kitab Tafsir Masjid Agung Demak ini lebih tua.
Sebenarnya kitab tafsir yang sama juga ada di Museum MAJT, namun usia manuskrip Tafsir di Museum MAJT berasal dari abad 19. Selisih 400 tahun dari yang terdapat di Masjid Agung Demak.
“Lalu manuskrip kitab tafsir apa? Dari hasil identifikasi dan perbandingan dari sisi isinya, kitab tafsir ini diyakini adalah manuskrip Kitab Tafsir Jalalain. Kebetulan baik yang di MAJT maupun di MAD sama sama kitab Tafsir Jalalain. Ternyata juga isi kitab ini sama yaitu juz 15 sampai juz 30,” kata Anasom dalam keterangannya.
Tafsir al-Jalalain adalah sebuah kitab tafsir al-Qur’an terkenal, yang awalnya disusun oleh Jalaluddin al-Mahalli pada tahun 1459, dan kemudian dilanjutkan oleh muridnya Jalaluddin as-Suyuthi pada tahun 1505. Kitab tafsir ini umumnya dianggap sebagai kitab tafsir klasik Sunni yang banyak dijadikan rujukan, sebab dianggap mudah dipahami dan terdiri dari hanya satu jilid saja.
Jalaludin al-Mahalli mengawali penulisan tafsir sejak dari awal surah Al-Kahfi sampai dengan akhir surah An-Naas, setelah itu ia menafsirkan surah Al-Fatihah sampai selesai. Al-Mahalli kemudian wafat sebelum sempat melanjutkannya. Jalaluddin as-Suyuthi kemudian melanjutkannya, dan memulai dari surah Al-Baqarah sampai dengan surah Al-Isra’. Kemudian ia meletakkan tafsir surah Al-Fatihah pada bagian akhir urutan tafsir dari Al-Mahalli yang sebelumnya.
“Mencermati tahun Tafsir Jalalain tersebut dikarang saat itu, maka karya ini sedemikian cepat telah beredar di tanah Jawa. Ini membuktikan gerakan dakwah yang cukup cepat pada abad 16 di Jawa. Tentu bisa jadi telah terjadi penyalinan karya tafsir Jalalain ini pada masa Kesultanan Demak Bintoro,” jelas Anasom.
Walaupun kalau dari sisi angka tahun 1590-an, kerajaan Islam di Jawa pada masa tersebut sudah masa Mataram awal.
Kitab ini dalam meja display di Museum Masjid Agung Demak diberi catatan Kitab Tafsir Karangan Sunan Bonang. Mungkin dari sisi karya, jelas setelah diadakan perbandingan isi dengan kitab tafsir yang ada sekarang, kitab manuskrip tersebut adalah Tafsir Jalalain.
Namun siapa penulisnya memang bisa jadi adalah Sunan Bonang, walaupun masih harus dikaji lebih mendalam. Karena beberapa karya Sunan Bonang memang sampai hari ini masih ada terutama Kitab Primbon Sunan Bonang yang manuskrip aslinya ada di Belanda.
Dari kolovon manuskrip ini memang beberapa belum teridentifikasi. Artinya masih dibutuhkan kajian lebih mendalam termasuk dari aspek filologisnya.