Harian Semarang
No Result
View All Result
Jumat, Agustus 8, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Agama

Perempuan-perempuan Berkalung Sorban

22 April 2022
in Agama, Ramadhan
Perempuan berkalung sorban. Foto Pixabay/6335159

Perempuan berkalung sorban. Foto Pixabay/6335159

5
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Bustan Dwipantara

Membongkar prasangka itu tak mudah. Bahkan sulit. Terlebih jika sudah terlembaga dan diterima sebagai norma. Untuk mendobraknya, orang membutuhkan keberanian ganda.

Misalnya, anggapan purba bahwa perempuan tak lebih sebagai pelengkap. Objek, dan secara struktural ia subordinat, di bawah laki-laki.

Seringkali, priyayi Jawa menyebutnya dengan; “dapur, sumur & kasur”. Artinya, porsinya hanya menyiapkan makanan di dapur, membersihkan pakaian, perabotan dan setiap saat dapat “ditindih dan disetubuhi dengan berbagai selera “gaya”.

Ternyata, tak hanya di kalangan Jawa saja. Nyaris menyeluruh, perempuan ada pada posisi itu. Terlebih dalam komoditas produk, ia dijadikan maskot dan penopang marketing. Begitu pula dalam politik. Untuk memastikan keberhasilan loby-loby ia dihadirkan untuk “ditelanjangi” dan di “dogy”. Tragisnya, jauh sebelum Islam hadir, kelahiran anak perempuan hanya akan menjadi aib bagi keluarga.

Dengan narasi Fenomena itu, ingatan kita tertuju pada sosok : FATIMA MERNISSI, AMINA WADOOD & LEILA AHMED. Ketiganya adalah filsuf Muslim, dan tokoh gerakan feminisme Liberal. Talentanya sangat diperhitungkan di kalangan ilmuan sosial dan keagamaan.

Alih-alih kehadiran Islam mengangkat derajat perempuan. Pada gilirannya, polemik atas interpretasi kitab suci dan hadits pun terjadi. Hal itu disebabkan oleh pembaca yang menafsirkan ayat-ayat Qur’an. Mereka menempatkan kodifikasi dalam sekam diskriminasi. Sehingga berdampak misoginis terhadap perempuan.

Dari sanalah, kemiripan ketiga tokoh pejuang Feminis ini berangkat dalam kredo gugatan kesetaraan gender.

Sebagai contoh, beberapa karya Mernissi dalam a.). Women and Islam an Historical and Theological Enquiry 1991, b). The Veil and Male Elit 1997, c). The Forgotten Queens of Islam 1994, d). Islam and Democracy fear of the Modern World 1994.

Menyusul Amina Wadood, terobosan fiqih terapan nya “beyond” normatif-tekstual. Kita bisa merujuknya dalam a). Qur’an and Women, 1992, b). Inside the Gender Jihad, 2008.

Dan Leila Ahmed, a). Women&Gender in Islam; Historical roots of a Modern Debate, 1992, b). A Border Passage; from Afrika to America- a Womens Journey,1999, c). The Veil’s Resurgence, frok the Middle East to America; A Quiet Revoluition, 2011.

Semua karya itu menunjukan gugatanya terhadap inferioritas perempuan dalam relasi sosial. Dari mulai leadership, ikon berpakaian dan ruang-ruang kesetaraan serta kesempatan dalam interaksi sosial, politik&kebudayaan.

Sebagai bagian dari “jihad gender” mereka mencari sesuatu yang ia namakan ‘hermeneutics of care’ untuk menginjeksi analisis perempuan dalam menafsir ulang ajaran kitab suci.

Mereka membuka ruang untuk mengawinkan hermeneutika Al-Qur’an dari perspektif gender. Membongkar wacana fundamental yang menjadi basis paradigmatik pengertian Islam dan muslim.

Dari perempuan menjadi Imam Sholat, Hijab dan Kepemimpinan, yang mana itu sangat tabu untuk diperdebatkan. Terutama di timur tengah. Kecaman itu muncul dari berbagai kalangan. Tak sedikit pula yang mencibir.

Ini mengingatkan saat Aisyah, istri Rasullullah menaiki Unta dan memimpin perang. Civil War antar ummat Islam. Antara Aisyah dan Ali bin Abi Tholib usai Ustman bin Affan terbunuh. Semoga kutipan ini tak berlebihan.

Tags: Bustan DwipantaraKultum RamadhanPerempuan berkalung sorban
Previous Post

Syahrur dan Pembaharuan Islam

Next Post

Yudhie Haryono dan Dentuman Kebangkitan Nusantara

Next Post
Yudhie Haryono dan Dentuman Kebangkitan Nusantara. Foto Facebook Yudhie Haryono

Yudhie Haryono dan Dentuman Kebangkitan Nusantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkini

Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang

Waketum AMPI Pusat Apresiasi Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang, Bukti Adaptif Zaman

7 Agustus 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang