Oleh Asep Mahfudz
Penulis adalah Sekertaris IKPM Jateng
“Wujud kepedulian IKPM JATENG terhadap perempuan Indonesia” Khalayak sebuah hal yang wajib bagi setiap insan pendidikan mengenal sosok pahlawan perempuan ini. Memperjuangkan hak perempuan di masa itu melalui surat-surat yang beliau tulis.
Raden Ajeng Kartini begitulah masyarakat kita mengenalnya. Sebuah perjuangan untuk hak-hak perempuan yang belum terpenuhi pada zaman itu. Terutama kebutuhan perempuan akan pendidikan yang pada zaman tersebut masih merupakan hal yang elite. Berbeda jauh dengan sekarang, kebutuhan akan pendidikan dapat kita nikmati tanpa sebuah pembeda antara kaum hawa ataupun kaum adam.
Pada masa sekarang, masihkah semangat Kartini tergurat dalam setiap langkah perjuangan perempuan ? kita berharap hal tersebut masih dan akan selalu tertanam dalam hati setiap insan di Indonesia. Tapi, melihat realitas yang terjadi pada diri perempuan hari ini, banyak diantara kita menutup mata bahkan acuh tak acuh terhadapnya.
Banyak kasus multidimensial yang menimpa diri perempuan itu sendiri. Kasus pelecehan seksual, poligami yang berujung pada kekerasan, bahkan TKW yang diperlakukan tidak manusiawi masih banyak dialami oleh perempuan pada saat ini.
Tentulah cita dan perjuangan Kartini beserta tokoh pahlawan perempuan yang lain masih relevan untuk terus kita perjuangkan karena masih banyak hal tidak manusiawi di alami oleh kaum hawa. Tak jarang pula banyak perempuan yang berdalih melanjutkan emansipasi dari Kartini tetapi untuk meghargai sesama kaumnya pun mereka tak mau.
Bagaimana mungkin seorang perempuan mau menjebak perempuan lain dalam kasus pelecehan seksual, bagaimana mungkin seorang perempuan rela membunuh sahabat preempuannya hanya karena kecemburuan terhadap pacarnya? Pasti Kartini akan sedih, perjuangan akan hak-hak kaum perempuan yang dulu terjajah oleh dominasi laki-laki sekarang malah di gugat oleh sesama kaum perempuan itu sendiri. Ibu yang rela menjual anaknya, mengambil bayi dari wanita lain untuk dijadikan alat penghasil rupiah, membiarkan bahkan mendorong anaknya dalam kasus pelecehan seksual. Apakah perempuan yang telah lupa dan meninggalkan naluri keibuan.a adalah merupakan preempuan yang cerdas seperti apa yang dikatakan Kartini? pastilah tidak, Kartini bahkan akan menangis melihatnya.
Rasanya Kartini bakal menyesali mansipasi yang telah beliau perjuangkan. Kartini berjuang untuk perempuan agar dapat berkembang dan menjadi pengayom bagi kaum laki-laki, namun banyak perempuan yang over terhadap emansipasi dan melupakan jati diri sebagai seorang welas asih, pengasih dan penyayang.
Menurut ketua umum IKPM JATENG, Amirudin mengutarakan bahwa perempuan saat ini harus cerdas dalam menempatkan diri alam setiap posisi agar perempuan tersebut mampu berjalan beriringan dengan kaum laki-laki dalam menjalankan roda kehidupan.
Namun, dalam hal ini perempuan tidak meninggalkan kodratnya sebagai ibu dan tulang rusuk laki-laki.” Sebagai “Kartini masa kini” tentunya tidak hanya dapat menerangkan konsep dari emansipasi saja, akan tetapi, semangat Kartini harus ditanamkan untuk selalu berprestasi dalam segala bidang tanpa melupakan fitrahnya sebagai seorang perempuan, ungkap sedulur Evi Tri Utami. Menurut Khairunnisa, perempuan saat ini sudah mampu duduk berdampingan dengan laki-laki untuk sebuah kepemimpinan.
Perempuan yang cerdas menurut sedulur Alwi, perempuan harus bisa melakukan apa yang semestinya dilakukan oleh perempuan dan turut berpartisipasi dalam setiap kegiatan positif untuk mengembangkan skill sekaligus pengetahuannya. Kartini memperjuangan emansipasi agar wanita tersebut dapat berkembang dan menjadi pengayom bagi para lelaki, namun yang terjadi banyak wanita yang kemudian over terhadap emansipasi dan melupakan jati dirinya sebagai wanita yang fitrahnya adalah menjadi seorang Ibu yang welas asih, pengasih dan penyayang. Jika dalam hal ini emansipasi menjadikan perempuan menjadi liar mungkin Kartini bakal menyesalkan emansipasinya.