![]() |
Suasana demonstrasi |
Kendal, Harianjateng.com – Aksi demo yang digelar oleh ratusan warga masyarakat Kabupaten Kendal, Jawa Tengah di depan gedung Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan tidak lanjut dari tuntutan masyarakat korban jalan tol Batang-Semarang.
Warga Kabupaten Kendal tersebut, menuntut ganti rugi yang layak dan proses yang transparan dalam setiap tahapan pengadaan tanah oleh Tim Pengadaan Tanah dan juga oleh Tim Satuan Kerja (Satker) dalam pengumpulan persyaratan atministrasi pembebasan lahan tanah jalan tol, pada hari Senin (29/08/2016).
Aksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil audiensi antara masyarakat korban jalan tol dengan Bupati Kendal dan DPRD Kendal, yang tidak menghasilkan penyelesaian, yang justru cenderung diabaikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kendal.
Aksi demo ratusan warga tersebut hanya perwakilan saja dari 27 desa, warga yang merupakan korban jalan tol menyampaikan aspirasinya melalui orasinya dan menyerukan, tidak adanya transparansi pendataan berkas dan menolak tegas adanya intervensi juga permainan makelar dalam proses pembebasan tanah mereka.
Dimana tahapan-tahapan awal dalam proses pengadaan tanah/ pembebasan lahan jalan tol yang di ketuai oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kendal belum menunjukan adanya transparansi dan intimidasi kepada warga masyarakat yang terkena proyek jalan tol, wal hasil yang terjadi adalah jadwal sosialisasi dianggap sebagai persetujuan warga untuk melepaskan hak atas tanahnya, sedangkan yang terjadi tidak ada negosiasi harga, anehnya nominal harga sudah ditentukan yaitu Rp.210.000,/ meter yang sangat jauh berbeda dengan harga pasar tanah di daerah tersebut, serta warga masyarakat dengan tergesa-gesa di buatkan rekening BRI(Bank Rakyat Indonesia).
Hal inilah yang membuktikan adanya kejanggalan-kejanggalan dalam proses pengadaan tanah untuk jalan tol.
Salah satu perwakilan dari warga, Kartiko, menyampaikan Sampai saat ini musyawarah yang dilakukan sejak sosialisasi hingga harga yang di tawarkan tidak sesuai dengan harapan warga yang terkena proyek jalan tol. “Dimulai dari sosialisasi pendataan , penghitungan data, penawaran hingga bukti pembayaran tidak ada yang ditunjukan kepada kami dan pemerintah harus mendengarkan tuntutan kami,” ujar kartiko.
Aksi demo tersebut cukup lama, Usman Kepala BPN Kabupaten Kendal akhirnya keluar menemui warga, untuk menanggapi Aspirasi warga dan berjanji akan menindak lanjuti Aspirasi warga agar tuntutan warga bisa direalisasikan.
Abah nawar selaku tokoh masyarakat yang juga perwakilan dari masyarakat yang kena dampak proyek jalan tol berharap agar pemerintah segera menuntaskan masalah itu. “Semoga pemerintah mendengarkan aspirasi wong cilik untuk lebih transparan pendataan pengumpulan persyaratan Administrasi, dan harus ada berita acara pendataan oleh tim pengadaan tanah,” beber dia.
Abah Nawar juga menambahkan, utamakan hak masyarakat yang menjadi korban proyek jalan tol, tolak praktek makelar dan mafia tanah, ganti rugi yang layak dan adil, dan buktikan uang itu dari negara. Aksi demo yang di wakili oleh 7 desa dari 27 desa yang tekena proyek pembangunan jalan tol di antaranya desa Rowobranten, Cepokomulyo, Galih, Margomulyo, Sumbersari, Rejosari, Magelung dan Protomulyo. Abah Nawar berjanji apabila Kepala BPN tidak megindahkan tuntutan ini maka akan ada demo masyarakat dalam jumlah yang lebih besar yang diikuti oleh seluruh warga di 27 desa di kabupaten Kendal yang menjadi korban jalan tol.
Salah satu Tim Pendamping masyarakat korban jalan tol, Agus Surono (Dekan FH Universitas Al Azhar dan praktisi hukum), menegaskan kepada BPN Kabupaten Kendal, agar dalam setiap tahapan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan tol Batang-Semarang, yang berdampak bagi masyarakat Kendal harus dilakukan secara transparan, ganti kerugian yang layak, dan adil, serta tidak boleh ada intimidasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab, seperti oknum BPN dan juga Satker, serta oknum aparat pemerintah daerah kabupaten Kendal.
Proses yang selama ini terjadi telah menunjukkan adanya praktek yang tidak transparan, tidak adil dan juga syarat adanya indikasi peranan makelar tanah/mafia tanah, sama seperti kasus Kawasan Industri Kendal. Oleh karena itu kami menuntut kepada BPN agar setiap tahapan yang akan dilakukan oleh TIM Pengadaan Tanah harus dapat menunjukkan Surat Tugas dan Berita Acara dalam setiap proses tahapannya agar tidak terjadi Mal Administrasi. Apabila ada mal administrasi dan praktek mafia tanah dan indikasi korupsi, maka Agus mewakili Tim akan melaporkan hal ini kepada Ombudsman RI dan KPK. (Red-HJ99/HR).