Oleh Tony Rosyid – Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Lebih dari 60 simpul relawan Anies terbentuk di berbagai wilayah. Satu keinginan mereka: Anies jadi presiden. Alasan ini yang membuat para relawan berkumpul dan bergerak.
Dari Sabang sampai Meraoke kita disuguhi deklarasi Anies Baswedan. Para relawan membentuk infrastruktur jaringan sampai tingkat bawah dan bekerja secara masif di media sosial. Mereka bergerak secara sukarela, bekerja dengan biaya patungan masing-masing relawan. Di sini, heroisme Anies muncul.
Deklarasi para relawan memancing masyarakat untuk ikut membentuk simpul-simpul baru. Dari sinilah jumlah simpul relawan Anies semakin besar. Meningkatnya jumlah simpul relawan telah memicu kenaikan popularitas dan elektabilitas Anies. Satu usaha mereka semua yaitu Anies jadi presiden dan memimpin bangsa ini kedepan.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa Anies didaulat oleh para relawan untuk mencalonkan diri menjadi presiden, bukan wakil presiden. Apalagi menteri pertahanan.
Bagi para relawan, Anies nyapres itu harga mati. Tidak ada dukungan lain kecuali Anies nyapres. Hanya itu. Titik. Partai mana yang akan mengusung? Itu urusan elit. Lobi diantara mereka. Tugas relawan, bagaimana dukungan terhadap Anies semakin besar, elektabilitasnya naik, ini yang bisa menggoda partai-partai politik untuk mengusungnya.
Bagaimana jika ada yang calonkan Anies jadi wapres? Bagi para relawan, ini bukan pilihan tepat. Para relawan hanya percaya kepada Anies untuk memimpin Indonesia kedepan. Kapasitas Anies adalah presiden, bukan wapres.
Anies Baswedan hanya didukung oleh para relawan jika jadi capres. Di luar itu, tidak. Artinya, elektabiltas Anies hanya tinggi jika nyapres. Para pendukung Anies akan balik badan jika Anies tidak dicapreskan.
Jadi, upaya sejumlah pihak yang mencoba menawar Anies sebagai cawapres akan sia-sia. Walaupun Anies bukan kader partai, namun di dalam diri Anies ada dua hal. Pertama, berdasarkan rekam jejak dan prestasinya selama ini, Anies diyakini memiliki skill yang cukup ekspektatif untuk memimpin negeri ini, dan membawa Indinesia kedepan yang lebih baik. Kedua, dengan masifnya dukungan yang semakin tumbuh, Anies punya potensi untuk menang dalam pilpres 2024. Dua alasan inilah yang membuat para relawan mendukung Anies nyapres. Faktor potensi kemenangan ini akan paling dominan jadi pertimbangan parpol.
Anies sendiri, diprediksi tidak akan menerima tawaran cawapres, dari partai manapun. Pertama, momentum Anies nyapres tidak selalu datang berulang. Jika 2024 Anies cawapres, peluang untuk nyapres berikutnya akan sangat kecil. Pilpres 2029, incumbent akan nyapres lagi.
Kedua, jika tidak nyapres, Anies punya kesempatan untuk jadi cagub DKI lagi. Bertarung di DKI, peluang Anies sebagai incumbent jauh lebih besar. Lima tahun kemudian, yaitu tahun 2029, kemungkinan peluang menjadi capres masih terbuka. Meski tidak seheroik saat ini.
Intinya, konstituen Anies menginginkan Anies nyapres. Siapapun cawaresnya, parpol pengusung yang nanti lebih dominan menentukan. Entah itu Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Andika, Khofifah, Cak Imin, Airlangga Hartarto, atau Sandiaga Uno. Pertimbangan pragmatis akan lebih dominan dari pada pertimbangan ideologis. Ini yang harus dipahamkan terhadap para pendukung Anies.
Kecuali Anies incumbent di 2029 dengan elektabilitas di atas 60 persen. Didampingi sandal jepit sekalipun, Anies akan menang. Seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di pilpres 2009. Saat itulah Anies bisa lebih dominan menentukan cawapresnya. Sekali lagi, sebagai incumbent di pilpres 2029, bukan di pilpres 2024 ini. 2024 adalah pilpres perjuangan bagi Anies. Berjuang untuk mendapatkan tiket, dan berjuang untuk menang.
Jakarta, 27 Juni 2022