Oleh Yudhie Haryono
Dunia berjalan tak seperti yang kita fikirkan. Takdir hadir tak semanis yang kita impikan. Sejarah manusia adalah kumpulan ide dan kepahitan saja. Maka, manusia yang memilih duka saat ia diberi bahagia adalah manusia durhaka. Perempuan yang memilih sunyi saat ia mampu berbagi adalah perempuan tak tahu diri. Lelaki yang mentakdir derita saat ia mampu bercinta adalah lelaki tak punya hati.
Dewiku. Ada semilyard malam tapi tak satu malampun kau sudi duduk di depanku guna bersuka. Ada setrilyun senja tapi tak satu sorepun kau sudi menyapaku dengan cinta yang bermakna.
Taukah engkau? Warganegara Indonesia hari ini adalah pemilih para cukong dan pengkhianat yang gotong-nyolong. Bukan pencabut mandat dan pelaksana gotong-royong. Sedang, elite Indonesia hari ini adalah pengumpul duit dan penjumlah kesesatan. Bukan pemberi solusi dan pelayan warganegara.
Wereng coklat. Residivis Neoliberalis. Mereka sama perampok negeri di BLBI dan Century gak berani. Tapi sama warganegara galaknya seperti anjing herder sejati. Ironik sekalik.
Maka memahami mereka adalah membaca puisi berjudul “Sehari Saja Kawan” buah karya Wiji Thukul yang jasadnya dihilangkan tentara.
Satu kawan bawa tiga kawan/Masing-masing nggandeng lima kawan/Sudah berapa kita punya kawan/Satu kawan bawa tiga kawan/Masing-masing bawa lima kawan/Kalau kita satu pabrik bayangkan kawan/
Kalau kita satu hati kawan/Satu tuntutan bersatu suara/Satu pabrik satu kekuatan/Kita tak mimpi kawan!
Kalau satu pabrik bersatu hati/Mogok dengan seratus poster/Tiga hari tiga malam/Kenapa tidak kawan/Kalau satu pabrik satu serikat buruh/Bersatu hati/Mogok bersama sepuluh daerah/Sehari saja kawan/Sehari saja kawan/Sehari saja kawan/
Kalau kita yang berjuta-juta/Bersatu hati mogok/Maka kapas tetap terwujud kapas/Karena mesin pintal akan mati/Kapas akan tetap berwujud kapas/Tidak akan berwujud menjadi kain/Serupa pelangi pabrik akan lumpuh mati/
Juga jalan-jalan/Anak-anak tak pergi sekolah/Karena tak ada bis/Langit pun akan sunyi/Karena mesin pesawat terbang tak berputar/Karena lapangan terbang lumpuh mati/
Sehari saja kawan/Kalau kita mogok kerja/Dan menyanyi dalam satu barisan/Sehari saja kawan/Kapitalis pasti kelabakan.
Wajah tukul dan widodol mirip walau tak serupa. Satu dibunuh tentara, satunya sahabatnya. Satu diintai polisi, satunya pemeliharanya. Ini dunia kita.(*)