Oleh Riskal Arief – Peneliti Nusantara Centre
Setiap pemerintahan memiliki kewajiban yang krusial untuk menjaga nilai tukar Rupiah karena stabilitas nilai tukar adalah fondasi penting bagi kesehatan ekonomi nasional. Nilai tukar yang stabil membantu mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta menciptakan kepercayaan bagi investor dan pelaku usaha, baik domestik maupun internasional.
Untuk menguatkan nilai tukar mata uang Rupiah, diperlukan pendekatan yang holistik dan terencana, yang melibatkan berbagai aspek kebijakan ekonomi dan keuangan. Salah satu cara untuk memperkuat Rupiah adalah dengan meningkatkan cadangan devisa negara. Cadangan devisa yang kuat memberikan kepercayaan kepada pasar dan investor bahwa negara mampu memenuhi kewajiban luar negerinya.
Salah satu cara meningkatkan cadangan devisa di antaranya dengan meningkatkan nilai ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor. Nilai ekspor memiliki pengaruh signifikan terhadap devisa negara karena ekspor adalah salah satu sumber utama pendapatan valuta asing.
Ketika nilai ekspor meningkat, arus masuk devisa juga bertambah, yang dapat memperkuat cadangan devisa negara dan APBN. Cadangan devisa yang kuat memberikan stabilitas ekonomi, memungkinkan negara untuk membiayai impor, membayar utang luar negeri, dan menstabilkan nilai tukar mata uang. Pemerintah juga bisa meningkatkan promosi perdagangan internasional dan diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi risiko ketergantungan pada satu atau dua pasar utama.
Sepanjang tahun 2023, nilai ekspor Indonesia mencapai 258,82 miliar dolar AS, yang setara dengan sekitar Rp 4.026,98 triliun berdasarkan kurs Rp 15.559 per dolar AS. Dari total ekspor tersebut, komoditas migas menyumbang 15,92 miliar dolar AS atau sekitar Rp 247,70 triliun, sementara komoditas non-migas mencapai 242,90 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3.779,28 triliun. Sebagian besar komoditas non-migas yang diekspor berasal dari sektor industri pengolahan, dengan nilai ekspor mencapai 186,98 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.909,22 triliun (Kompas.com).
Dari sini kita lihat bahwa value-added goods adalah penyumbang nilai ekspor yang signifikan. Di sektor inilah pemerintah ke depan harus lebih memfokuskan upaya-upaya mendorong ekspor nasional dengan diversifikasi produk-produk unggulan. Dengan memperluas basis ekspor, Indonesia dapat memanfaatkan berbagai keunggulan komparatif yang dimilikinya, seperti sumber daya alam yang melimpah dan tenaga kerja yang kompetitif, untuk menembus pasar internasional yang lebih luas.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan dalam “Export Outlook 2024” bahwa komoditas potensial Indonesia, seperti tanaman obat, minyak atsiri, makanan olahan, kerajinan, perhiasan, dan rempah-rempah, memiliki kemampuan untuk menjadi produk utama di masa depan.
Menurut data dari Kementerian Perdagangan, ekspor komoditas potensial Indonesia pada periode Januari-Oktober 2023 mencapai 16,99 miliar dolar AS, berkontribusi 8,44 persen dari total ekspor non-migas Indonesia. Budi menyebutkan bahwa komoditas potensial dengan nilai ekspor tertinggi selama periode tersebut adalah makanan olahan (7,64 miliar dolar AS), perhiasan (5,87 miliar dolar AS), ikan dan produk perikanan (1,83 miliar dolar AS), kerajinan (637,15 juta dolar AS), dan rempah-rempah (478,16 juta dolar AS) (https://www.kemendag.go.id/).
Dalam berbagai diskusi kelompok terarah (FGD) yang dilakukan oleh Nusantara Centre sejak 2014, disimpulkan bahwa pengembangan komoditas ekspor non-migas seperti rempah dan herbal serta berbagai produk turunannya (value-added) akan memberikan nilai positif bagi perekonomian domestik. Dan ini terbukti dengan adanya data di atas.
Revitalisasi industri rempah dan herbal tidak hanya berpotensi besar untuk meningkatkan nilai ekspor tetapi juga mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, mengurangi tingkat pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah.
Mengembangkan komoditas ekspor alternatif seperti rempah dan herbal tentu saja harus didukung oleh kebijakan pemerintah yang tepat. Ini termasuk peningkatan infrastruktur, pemberian insentif bagi pelaku usaha, dan penyederhanaan regulasi untuk ekspor.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat diplomasi ekonomi dan memperluas jaringan perdagangan internasional untuk membuka pasar baru bagi produk-produk rempah dan herbal Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan daya saing global, mengamankan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan memperkuat posisi keuangannya di kancah internasional.(*)