Hariansemarang.id – Insiden pengeroyokan, penusukan dan pembacokan pada seorang mahasiswa sekaligus karyawan kafe atas nama HMI (20 tahun), yang terjadi di Kedai Semar di Kasihan, Bantul, DIY, pada hari Rabu (23/10/24) dini hari pukul 2.28 WIB sampai detik ini cenderung mandeg dan digantung bahkan tidak ada keterbukaan dan transparansi informasi. Bahkan dari para pihak pelaku melakukan tindakan intimidasi atau perlakuan tidak menyenangkan terhadap keluarga korban. Ditambah lagi dengan dugaan tindakan diskrimatif oleh oknum Kepolisian Resor Bantul yang kurang profesional dan berkeadilan dalam melayani dengan baik Laporan aduan Masyarakat sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Tragisnya, sejak 23 Oktober 2024 bersamaan dengan kasus penusukan Viral di Jogja diduga secara kuat dan meyakinkan Kepolisian Resor Bantul bergerak lamban dan cenderung bersikap tidak profesional. Potret buruk ini terlihat dari setiap proses penyeledikan dan penyidikan dari serangkaian barang bukti dan alat bukti justru diterima oleh polisi justru diserahkan oleh pihak keluarga korban, yang sudah semestinya menjadi kewenangan polisi untuk mendalami masalah ini secara adil.
Bahkan keluarga korban, teman-teman mahasiswa dan Penasehat Hukum setiap kali hadir datang ke Polres Bantul untuk menanyakan progres perkara tidak mendapatkan transparansi dan keterbukaan informasi yang jelas dan pasti. Tepatnya pada tanggal 31 Oktober 2024 untuk yang kesekian kalinya Keluarga korban, rekan-rekan Mahasiswa dan Penasehat Hukum yang menuntut proses hukum agar berjalan dengan adil justru mendapatkan pelayanan yang kurang profesional dan perlakuan yang tidak adil dari Polres Bantul wabil khusus Kasatreskrim Polres Bantul.
Asas-Asas Umum Pelayanan Publik yang profesional dituntut untuk transparan, akuntabilitas, partisipatif serta keamanan hak tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan status ekonomi juga keseimbangan hak.
Demikian, dari masalah ini, kita bisa menyaksikan lambatnya penetapan tersangka lain yang lebih dari 10 orang. Karena itu, diduga secara kuat dan meyakinkan bahwa adanya tindakan diskrimatif (tindakan tidak elok serta tidak etis) yang dilakukan oleh Kasatreskrim Polres Bantul sehingga proses penegakkan hukum tidak berjalan secara sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sesuai dengan prinsip transparansi dan keterbukaan informasi, profesionalitas, netralitas dan berkeadilan dalam melayani masyarakat.
Padahal Pasal 7 Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2022 mengenai Kode Etik Profesi lebih tepatnya tentang etika kemasyarakatan menegaskan pejabat Polri berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundang-undangan. Pelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif serta sarana pelayanan kurang memadai dari Polsek Kasihan, hingga Polres Bantul. Lebih dari itu, Polres Bantul mengusung motto “SOLID”.
S – santun, O – objektif, L – melayani, I – inklusif, D – dedikasi.
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo mengingatkan secara tegas agar pelayan publik prima ditubuh Polri benar-benar bisa direalisasikan. Pelayanan juga seharusnya diawasi kualitasnya agar tidak menjadi jargon belaka. Karena itu, tegas Kapolri meminta kualitas Pelayanan bisa secara nyata dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan pelayanan dari Kepolisian. (2/11/2023).
Hifwan M. Insan adalah mahasiswa, kader aktif HMI Cabang Yogyakarta. Ia dikeroyok dan ditusuk lebih dari 10 kali; terdapat 5 luka tusuk di dada bagian luar kanan, yang menciderai paru hingga bocor. Terdapat 3 luka tusuk, 2 di punggung kiri dan 1 di punggung bagian tengah. Pada lengan kanan atas terdapat 1 luka tusuk. Pada lengan kiri atas bagian belakang terdapat 1 luka tusuk. Pada paha kanan bagian luar terdapat 1 luka tusuk. Pada tungkai kanan bawah terdapat 1 luka tusuk, 1 luka sayat dan 1 luka geser.
Dengan adanya luka tusuk tersebut, menciderai secara permanen organ dalam tubuh bagian Paru-paru, Ginjal, diagfragma dan Hati. Sehingga korban harus dirawat secara intensif di ruang ICU serta melewati dua kali operasi dengan satu kali Operasi Mayor. Karena itu, sejak tanggal 23 HMI di rawat inap di RS. PKU GAMPING hingga tanggal 2 November 2024 dan rawat jalan hingga 14 November 2024.
Bahkan, keluarga korban serta saksi mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan (intimidatif) dari para pihak pelaku dengan dua kali datang ke RS. PKU GAMPING pada saat korban masih ditangani secara intensif di ruangan ICU justru keluarga korban dipaksa untuk hadir di polres bantul agar dapat membicarakan mediasi masalah ini.
Lain dari itu, salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka membuat laporan balik atas tindakan penganiayaan. Jika demikian maka berdasarkan Pasal 18 Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009 pada kasus saling lapor pada tempat yang sama, institusi Polri tidak diperkenankan menindaklanjuti laporan polisi pada tempat yang sama. Karena itu, salah satu perkara dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efetivitas dan efisiensi.
Dengan demikian, perkara ini sudah seharusnya kewenangan penanganannya dilimpahkan pada Polda DIY demi menjaga ke profesionalan penyidik, sehingga tidak terganggu oleh penangan perkara pihak lain. Ditegaskan juga bahwa dalam perkara ini penyidik tidak hanya memperhatikan unsur yang terkandung dalam tindak pidana penganiayaan, tetapi juga harus diperhatikan secara jeli apakah salah satu pihak dalam posisi melakukan pembelaan diri atau pembelaan terpaksa. Pasal 49 ayat (1).
Sebagaimana dijelaskan oleh Utrecht dan H.B. Vos yang menyetujui pendapat adat istiadat suku-suku di Indonesia mewajibkan pembelaan diri untuk menjaga kehormatan dan kita tidak bisa memaksa seseorang untuk melarikan diri secara pengecut. Aspek moral dan keadilan dalam masalah ini adalah kepolisian wajib bekerja secara profesional dan berkeadilan dalam melihat perkara ini dari segala sisi/arah, dan tidak menggunakan kacamata kuda, apalagi berpotensi penyalahgunaan wewenang.
Olehnya itu, kami dari Segenap Aliansi Gerakan Cipayung Plus, menutut kepada KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA;
- Wujudkan Reformasi Birokrasi Institusi kepolisian Republik Indonesia yang Netral dan Profesionalitas.
- Mendesak POLRES BANTUL sekiranya dalam melakukan penegakkan hukum yang berkeadilan secara transparan, netral dan profesionalitas sebagai pilar Kepercayaan Publik.
- Mendesak Kapolda DIY, untuk perkara ini ditangani secara langsung oleh POLDA DIY sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 18 Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Mendesak POLDA DIY untuk mengusut secara Tuntas dan menetapkan serta menindak tegas seluruh Pelaku yang terlibat lebih dari 10 orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Sikap professional penyidik dituntut untuk pengembangan kasus pada perkara saling lapor, penyidik harus meninggalkan sikap emosional dalam proses penyidikan, dalam penetapan tersangka yang dijadikan dasar hanyalah pemenuhan terhadap unsur unsur yang mengarah kepada tindak pidana. Karena itu, kami Mendesak KAPOLDA DIY, untuk menindak tegas aparatur kepolisian yang bertindak secara tidak transparan, netral dan profesional.
- Mendesak KAPOLRI, untuk menindak tegas aparatur kepolisian yang bertindak secara tidak transparan, netral dan profesional.