Harian Semarang
No Result
View All Result
Jumat, Agustus 8, 2025
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi
No Result
View All Result
Harian Semarang
No Result
View All Result
Home Kolom

Mengapa Dik Jokowie Begitu Ketakutan? Rezim Defisit Gagasan

5 Januari 2022
in Kolom, Politik
Ilustrasi peta politik

Ilustrasi peta politik. Foto Cottonbro/Pexels

0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Apa produk ide terbaru dari rezim hari ini? Tak banyak. Setelah sebelumnya memproduksi ide blusukan, infrastruktur dan hutang (BIH), praktis gagasan terbaru dari dik Jokowie hanya ide dan gagasan “ketakutan.”

Dalam diskursus postkolonial, rasa takut hadir sebagai ekspresi rendah diri atau phobia. Rasa takut mengemuka karena kondisi yang mengancam keselamatannya (rizki, umur, jabatan dan nasib). Singkatnya, ketakutan ada yang wajar dan ada yang tidak wajar. Tetapi, ketakutan seringkali dilatarbelakangi oleh pengalaman tidak menyenangkan; mis alnya informasi; kebodohan dan kecemasan.

Sesungguhnya, rasa takut merupakan bagian alami dari pertumbuhan seseorang. Dus, semua orang pasti pernah mengalami rasa takut. Hurlock (1991) menyebut bahwa rasa takut akan memproduksi rasa malu, merasa kesulitan, melahirkan khawatir dan mengkondisikan kecemasan.

Yang agak lucu adalah hadirnya ketakutan tanpa alasan. Kini, rezim dik Jokowie sedang dalam puncak ketakutan luar biyasa. Tetapi, takut tanpa alasan. Lewat informasi palsu, kebodohan akut dan kesalahan manajemen kekuasaan, mesin ketakutan itu disebar dalam bentuk-bentuk yang lucu: mengancam, menuduh, menakuti, menggusur, mengusir, menangkapi bahkan membunuh warganegaranya sendiri.

Di tengah kegagalan rezim memproduksi keadilan, kesejahteraan, kemandirian, kedaulatan, kemartabatan, kemodernan dan kemerataan (7K), yang diproduksi hanya takut dan cemas. Rezim ini gagal paham problem bernegara. Rezim ini tak membaca masalah berbangsa. Tentu karena tidak mengerti problema masa lalu, tak menguasai problema hari ini, tak melihat problema masa depan.

Pertanyaan selanjutnya tentu, “mengapa dik Jokowie begitu ketakutan?” Mudah menjawabnya. Satu tahun berkuasa, rezim ini tidak percaya Pancasila, lalu mengkhianatinya sambil menelan bulat-bulat ide dan gagasan neoliberalisme. Satu madzab yang menyembah uang dan mengharamkan kemanusiaan. Tentu saja karena rezim ini dipimpin agensi jahil yang minus kejeniusan. Bernalar pendek dan defisit inovasi.

Maka, berneoliberal adalah pilihan. Satu madzab yang tidak mungkin kita bisa percaya pada mereka menjadi bagian dari komunitas kemanusiaan karena anti kemanusiaan. Mereka hidup dari ontologi homo homini lupus, dari epistemologi survival of the fittes, dari aksiolologi oligarki-kartel-kleptokrasi-predatoris yang bahagia di atas penderitaan sesama dan berduka di saat sesama bahagia.

Memang, pasukan neoliberalis selalu berjejaring kuat laksana kuda sembrani. Mengelilingi kekuasaan dan menyetubuhi keserakahan sambil mengkader agensi-agensi tercerdas yang kebingungan karena ketiadaan simbol moral dalam zamannya.

Neoliberalisme hidup dalam kecongkakan dan rasis sehingga menolak pemerataan sambil memupuk pertumbuhan. Menciptakan krisis ekonomi-finansial sambil membiayai budak-budak amoral jadi pilihan publik. Lahirlah ironi-ironi. Berjamurlah drama genosida bangsa dan merajalela perampokan yang dilindungi serdadu plus kejahatan yang dikurikulumkan sebagai agama baru.

Dengan agama baru ini, mafia migas, mafia alutista, mafia kontrak karya, mafia jual-beli budak, mafia narkoba, mafia perjudian dan prostitusi, mafia pajak, mafia undang-undang anti konstitusi menjadi produk-produk ekopol terbaik dari madzab neoliberal di Indonesia. Ngeri kalezz.

Neoliberal ini makin menuhan karena dik Jokowie juga membiarkan para pembohong dan pencuri berkuasa di sekitarnya, gedung DPR/MPR tangsi vulusi/verdadu plus di pengadilan-pengadilan kolonial.

Kini, dik Jokowie sedang bersabda, “aku takut maka aku ada.”(*)

Yudhie Haryono

Tags: Dik JokowieM Yudhie HaryonoPresiden JokowiRezimYudhie Haryono
Previous Post

Hai Pemimpin Pancasilais Kamu di Mana sih?

Next Post

Ujung Tahun Akhir Waktu

Next Post
Ilustrasi Ujung Tahun Akhir Waktu

Ujung Tahun Akhir Waktu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkini

Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang

Waketum AMPI Pusat Apresiasi Political Leadership Camp Golkar Kota Semarang, Bukti Adaptif Zaman

7 Agustus 2025
Yudhie Haryono (kiri) dan Agus Rizal (kanan)

Swasta Dalam Sistem Ekonomi Pancasila

6 Agustus 2025
Foto Tony Rosyid Versi AI

Mencari Kandidat Ketum PPP 2025-2030

5 Agustus 2025
Gagasan berdirinya Indonesia

Gagasan Inti Berdirinya Indonesia

7 Agustus 2025
Memiskinkan republik lewat statistik

Memiskinkan Republik Lewat Statistik

7 Agustus 2025
PPP selamat dengan empat tokoh ini

Empat Tokoh Kompak, PPP Bisa Selamat

7 Agustus 2025
  • Iklan & Promosi
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
  • Info Loker

© 2025 Dikembangkan oleh Tim IT Harian Semarang

No Result
View All Result
  • Beranda
  • News
    • Internasional
    • Nasional
    • Regional
    • Pantura Raya
    • Soloraya
    • Wonogiri
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Politik
  • Agama
  • Ekonomi
  • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Olahraga
    • Sport
    • Ragam
    • Seni Budaya
    • Sosialita
    • Teknologi

© 2025 Dikembangkan Oleh Devisi IT Harian Semarang