Oleh: Iqbal
Penulis adalah Pengurus Devisi Pengembangan Anggota IKPM Jateng
Tanggal 21 april diperingati sebagai Hari Kartini, sebagai bentuk kebanggaan akan perjuangannya membebaskan perempuan dalam ketertindasan, baik ketertindasan dalam pendidikan, sosial ataupun ekonomi. Sebuah kebanggan bagi rakyat indonesia memperingatinya, mengenangnya dan menganggapnya sebagai pahlawan pembebas perempuan dalam beraneka warna persoalanya.
Wanita yang tangguh dan penuh semangat untuk membangun kemandirian wanita dan berbakti pada negeri. Yang menurutnya salah satu cara membangun negara yang berdaulat adalah dibuktikan dengan pendidikan yang tidak hanya dinikmati oleh sepihak, apalagi hanya diperuntukkan bagi kaum adam saja. Perjuangan yang luar biasa pada masanya. Bukan kerena ide-idenya tapi karena keberaniannya. Sebab saya rasa ide tersebut sudah ada sejak dulu.
Sudah diwajibkan sejak masa Nabi muhammad, dengan tegas islam mewajibkan pendidikan tanpa melihat itu laki-laki atau perempuan. Terlihat dalam Al Quran bahwa pendidikan wajib bagi semua muslim entah laki-laki atau perempuan dan juga jelas bahwa sejak kedatangan Islam harkat perempuan sudah di angkat sedemikian tinggi oleh Nabi Muhammad?
Lantas kenapa Hari Kartini harus diistemewakan dan bahkan dijadikan kebanggaan bagi kaum perempuan? Bukankah kesetaraan itu sudah dianjurkan sejak islam lahir, dan dalam sejarah banyak sekali perjuangan perempuan yang melebihi kartini. Saya rasa itu terlalu berlebihan dan kerap kali peringatan itu hanya berupa seremonial yang sedikitpun tidak melambangkan keberaniannya. menurut saya kelebihan kartini bukanlah ide-idenya tapi keberaniannya menentang pemerintah belanda pada masa itu.
Lalu pertanyaanya, sudahkan kaum perempuan meneruskan keberanian kartini selama ini? Berani tampil di depan publik menyuarakan ketertindasan, adakah perempuan yang dengan lantang mengatakan tidak setuju dengan ekploitasi dan perampasan tanah rakyat yang sekarang merajalela, atau adakah perempuan yang dengan bangga membantu 9 ibu-ibu rembang yang terpasung semen, dan juga andil dalam gerakan ibu-ibu yang menolak pendirian perumahan dan apartement di sekitar jalan kaliurang sleman, krbanyakan Perempuan terkesan apatis dan tdk sedikitpun mempunyai keberanian seperti 9 ibu-ibu rembang itu. Oleh karena itu peringatan Hari Kartini sudah keluar dari jalurnya. Hanya sebentuk seremonial yang tidak ada artinya. Tidak melambangkan kartini yang dibanggakannya.
Bersabarlah ibu-ibu Rembang, menurut saya andalah kartini yang sebenarnya, andalah penerus sejati perjuangan kartini. Tidak seperti perempuan lain yang hanya diam membisu dan memperingati Hari Kartini sebagi momentum dan seremonial belaka. Perjuangan anda akan dicatat dalam sejarah dan diabadikan dalam ingatan pemuda yang peduli akan kesejahteraan. Semangat Kartini yang tertanam dalam diri anda pada waktunya nanti akan membuahkan perubahan.
Bukankah Kartini justru bagian dari agen VOC Belanda? Makanya dalam tulisan ini saya sempat menyinggung semangat Islam. Dan ide ide kesetaraan pendidikan sudah dianjurkan oleh Islam.
Kartini hanya agen VOC belanda yang salah satunya dipelopori orientalis Snouck Hurgronje yang bertujuan untuk melemahkan islam. Dan dengan tegas banyak yang mengatakan bahwa kartini bukanlah pahlawan negara. Dia hanya bikinan kolonial yang bertujuan untuk melemahkan islam dengan cara radikalisasi. Dan menganggap bahwa kekuatan nusantara bukan terletak dalam kekuatan islam, mencoba untuk mengkotak-kotakkan dan menenggelamkan tokoh perempuan islam yang luar biasa yang diantaranya adalah dSultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat.
Apa sebenarnya agama Kartini? dalam bukunya berjudul ‘panggil saja aku kartini’ pramoedya berusaha menggambarkan sosok seorang penganut sinkretisme Kejawen. Kata Pram “ Bagi Kartini semua agama sama, sedangkan nilai manusia terletak pada amalnya kepada sesamanya yaitu masyarakat “. Jika sebentar saja kita menilik kepada surat-surat kartini, Kartini mengatakan dalam terjemahan Joost Cote.
“We say that we trust in God and that is what we will maintain. We want to serve God and not people. If we listen to people then we worship people and not God.” (Kartini, 12 Oktober 1902).
Menurut Kartini, “ tolong menolong dan cinta mencintai , itulah nada dasar segala agama. Agama yang sesungguhnya adalah kebatinan dan agama itu bisa dipeluk baik sebagai Nasrani maupun Islam “. Dia memang tak begitu menghiraukan agamanya, asal dia bisa berbuat baik terhadap sesama dan memajukan pendidikan kaum hawa dan keturunannya.
Akan tetapi mengungakap sejarah yang sebenarnya sangat sulit tanpa ada pendekatan yang melibatkan tokoh yang dinobatkan, hanya saja ada bukti-bukti atau peninggalan sejarah yang membantu kita meraba ke masa lampau.