Oleh Dawamun Ni’am Alfatawi
Penulis merupakan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta asal Blora, Pegiat Komunitas SELeN (Selera Lokal Anak Negeri).
Kabupaten Blora, sebuah daerah yang dalam sejarah telah banyak melahirkan tokoh-tokoh berkaliber Nasional bahkan Internasional. Sebut saja Samin Surosentiko, Tirto Adi Soeryo, Mas Marco Kartodikromo, Mukti Ali dan Pramoedya Ananta Toer.
Mereka berkiprah dalam berbagai bidang namun semuanya mempunyai spirit yang sama yaitu spirit perlawanan pada ketidak adilan dan kesewenagn-wenangan. Ambil contoh Samin Surosentiko adalah pencetus gerakan Samin yang melawan penjajahan Belanda. Perlawanan ini dilancarkan dengan cerdas, melawan tanpa kekerasan.
Menurut Pram, Samin Surosentiko telah menginspirasi Ahimsanya tokoh perubahan di India yaitu Mahatma Ghandi. Spirit perlawanan ini lahir bukan tanpa alasan, keadaan geografis Blora yang dengan tanah kapur membuat manusianya berfikir dan bekerja keras untuk bertahan hidup, ini sekaligus mempengaruhi bangunan karakter keras dan tegas dalam menghadapi persoalan.
Kemiskinan yang membelit mendorong mereka bersikap tanpa kompromi, oleh sebab itu jika terjadi ketidak adilan mereka akan melawan. Di sisi lain, latar belakang penduduk yang mayoritas bekerja sebagai petani juga melahirkan spirit pantang menyerah pada keadaan dan kondisi alam. Dari sana mental perlawanan terbentuk dan dalam sejarah mereka kiprahnya tidak disangsikan lagi. Lewat peran mereka Blora dikenal diluar daerah, tetepi dalam sisi lain Kabupaten Blora tergolong miskin.
Sederet nama besar tokoh yang ada ternya tidak selaras dengan kemajuan Blora. Bagaimana sebagai putra daerah menangapi kondisi Blora sekarang dalam upaya memajukan daerah kelahiran tercinta? Gerakan seperti apa yang harus dipilih pemuda mengoptimalkan potensi yang ada di daerah?
Sejarah telah banyak mencatat tokoh-tokoh besar dilahirkan di kabupaten yang sempat terkenal dengan pohon Jati dan minyak bumi ini, akankah generasi selanjutnya mampu mengemban amanah untuk membawa perubahan dan kesejahteraan dan bagaimana cara mewujudkannya?
Sudah sepatutnya generasi muda Blora duduk manis menunggu keajaiban, lebih-lebih hanya sekedar berharap pada pemerintah untuk memajukan daerah, tapi kita semua harus mengusahakannya. Berjalan secara bersama-sama sesuai fungsi masing-masing tentu merupakan sebuah keharusan, jika mengharapkan Kabupaten Blora sejahtera.
Dalam sektor tambang minyak Blok Cepu misalnya, kita sudah seharusnya menuntut hak atas kekayaan alam kita. Selama ini justru orang lain yang menikmati kekayaan sumber minyak bumi yang kita miliki. Hal itu disebabkan pembagian dana bagi hasil (DBH) migas hanya didasarkan pada letak mulut sumur minyak yang diproduksi.
Padahal secara 28% wilayah Blok cepu ada di dalam perut bumi Kabupaten Blora. Ketimpangan dan ketidak adilan ini harus segera dihapuskan, agar otonomi daerah dapat terlaksana secara optimal. Jangan sampai ketimpangan ini menyulut konflik antar wilayah di sekitar Blok Cepu.
Sudah seharusnya generasi muda (putra derah) mewarisi spirit para tokoh Blora. Artinya jangan sampai membiarkan ketimpangan terjadi terus-terusan. Akankah kita mau disebuat dengan istilah “Ayam mati didekat lumbung padi”, ini merupakan sebuah hal yang sangat ironis.
Sudah saatnya harus dilakukan Judicial Review UU tentang DBH migas. Dengan begitu semoga masyarakat Blora bisa memperoleh haknya kembali dan akhirnya mampu mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat.